top of page
Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

"Permintaan ini masih sulit dipenuhi selama UU ITE belum direvisi," ujar Iwel yang juga advokat anggota Peradi, Sabtu (13/2).
"Permintaan ini masih sulit dipenuhi selama UU ITE belum direvisi," ujar Iwel yang juga advokat anggota Peradi, Sabtu (13/2).

KOORDINATBERITA.COM| Jakarta - Pernyataan mantan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla terkait bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi, merupakan pertanyaan yang banyak ditanyakan pihak. Apalagi JK menyampaikan hal itu saat menanggapi permintaan Presiden Joko Widodo supaya masyarakat lebih aktif dalam menyampaikan kritik kepada pemerintah.


Menurut analis politik Iwel Sastra, permintaan JK sangat sulit dilakukan jika masih ada UU ITE.  


"Permintaan ini masih sulit dipenuhi selama UU ITE belum direvisi," ujar Iwel yang juga advokat anggota Peradi, Sabtu (13/2).


Selain kekhawatiran terjerat UU ITE, serangan pendengung di media sosial juga bisa menjadi ancaman kebebasan bagi seseorang dalam melakukan kritik seperti yang diungkapkan oleh ekonom senior Kwik Kian Gie.


Menurut Iwel Sastra, hal-hal semacam inilah yang kemudian membuat kritik terhadap pemerintah menjadi tersumbat. Padahal sebetulnya kritik itu bisa menjadi vitamin yang menyehatkan bagi pemerintah.


Dengan terbukanya ruang untuk kritik maka nanti pendidikan politik pun bisa berjalan dengan baik, masyarakat akan paham mana kritik dan mana caci maki kosong.


Persoalan lain, lanjut Iwel Sastra, saat Presiden Jokowi bisa menerima kritikan masyarakat terhadap pemerintahan, bagaimana dengan pendukungnya.


"Ruang hukum yang terbuka untuk mempidanakan pengkritik membuat siapa saja bisa melaporkan mereka yang melakukan kritik terhadap pemerintah. Jadi kalau memang ingin menghidupkan tradisi kritik dalam berdemokrasi maka payung hukumnya juga harus melindungi pengkritik," ucapnya.@_Network

9 tampilan0 komentar

“Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keppres Pemberhentian Sementara Ketua KPK Firli Bahuri, sekaligus menetapkan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK,” kata Ari dalam keterangan tertulis dimuat Koordinatberita.com
“Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keppres Pemberhentian Sementara Ketua KPK Firli Bahuri, sekaligus menetapkan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK,” kata Ari dalam keterangan tertulis dimuat Koordinatberita.com

KOORDINATBERITA.COM|Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tunjuk Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menggantikan posisi Firli Bahuri yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan. 


Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana mengatakan bahwa Keputusan Presiden (Keppres) ditandatangani Jokowi di Landasan Udara Halim Perdanakusuma Jakarta, pada Jumat malam (24/11) usai kunjungan kerja dari Kalimantan Barat.


“Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keppres Pemberhentian Sementara Ketua KPK Firli Bahuri, sekaligus menetapkan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK,” kata Ari dalam keterangan tertulis dimuat Koordinatberita.com


Penetapan tersangka Firli Bahuri dilakukan usai penyidik melakukan gelar perkara pada Rabu malam (22/11) pukul 19.00 WIB.


Dalam kasus ini, Firli dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.


Adapun barang bukti yang disita kepolisian adalah 21 telepon seluler, 17 akun email, 4 buah flashdisk, 2 sepeda motor, 3 kartu e-money, dan beberapa bukti lainnya.@_Network

1 tampilan0 komentar

"Kita agendakan dalam pemeriksaan minggu depan terkait pemeriksaan terhadap para pimpinan KPK RI," kata Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan,
"Kita agendakan dalam pemeriksaan minggu depan terkait pemeriksaan terhadap para pimpinan KPK RI," kata Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan,

KOORDINATBERITA.COM| Jakarta - Empat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI berpeluang diperiksa di Polda Metro Jaya dalam waktu dekat. 


Hal ini terkait dengan dugaan kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).


Adapun keempat pimpinan KPK yang dimaksud yakni Alexander Marwata, Johanis Tanak, Nawawi Pomolango, dan Nurul Ghufron


"Kita agendakan dalam pemeriksaan minggu depan terkait pemeriksaan terhadap para pimpinan KPK RI," kata Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (24/11).


Lanjut Ade, pemeriksaan akan berlangsung sebelum kepolisian kembali melakukan pemanggilan kepada Firli Bahuri.


"Sebelum pemanggilan saudara FB selaku tersangka," jelasnya.


Penetapan tersangka Firli Bahuri dilakukan usai penyidik melakukan gelar perkara pada Rabu malam (22/11) pukul 19.00 WIB.


Dalam kasus ini, Firli dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.


Adapun barang bukti yang disita kepolisian adalah 21 telepon seluler, 17 akun email, 4 buah flashdisk, 2 sepeda motor, 3 kartu e-money, dan beberapa bukti lainnya.@_Network

3 tampilan0 komentar
Blog: Blog
bottom of page