Ilustrasi
Koordinatberita.com,(Malang)-
Di era Keterbukaan dan globalisasi yang menggejala sekarang ini, seluruh belahan dunia seolah tidak ada lagi sekat dan jarak yang menjadi penghalang untuk saling berhubungan antar bangsa-bangsa di dunia ini.
Peristiwa runtuhnya Unisoviet di tahun 1991 dan bangkitnya ekonomi Asia, khususnya di 3 negara macan Asia ; Singapura, Jepang dan Cina menjadikan akses semua bangsa di dunia untuk saling berkunjung dengan negara lain semakin terbuka dan mudah.
Kesepakatan-kesepakatan kerjasama di berbagai bidang ekonomi, pendidikan, pemerintahan seperti AFTA, ASEAN-CHINA free trade agreement, dan sebagainya juga membawa angin segar bagi berkembangnya hubungan antar bangsa-bangsa di dunia ini.
Khususnya untuk bidang pendidikan, semakin banyak warga negara asing yang datang dan berkunjung ke negara kita, Indonesia. Selain untuk belajar, menimba ilmu di berbagai bidang disiplin ilmu, mereka juga memelajari budaya dan bahasa bangsa kita, bangsa Indonesia.
Dimana kita tahu bahwa bangsa Indonesia dengan wilayah geografisnya yang sangat unik dan kekayaan alamnya yang melimpah, merupakan bangsa dengan kultur budaya yang paling beraneka ragam di dunia, dengan 17.000 lebih pulau dan memiliki ± 2000 suku bangsa dan berbicara dalam ± 800 bahasa dan dialek yang berbeda menjadikan Indonesia sebagai negara yang menarik untuk dikunjungi dan dipelajari budayanya.
Para mahasiswa asing yang datang untuk belajar dan menuntut ilmu di berbagai perguruan tinggi di Malang berasal lebih dari 50 negara Jepang, Rusia, Amerika, negara-negara bekas Uni Soviet- Kirgiztan, Tajikistan, Uzbekistan. Juga dari negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika : Yaman, Palestina, Libiya, Suriah,Eritrea, Ethiopia,Komoro, Sudan, Maroko, Mesir, Sierra Leon, Tanzania. Bahkan dari negara-negara di Eropa Timur seperti : Esthonia, Rumania, Hungaria, Cheko, Serbia, Bosnia-Herzegovina,
Salah seorang mahasiswa asing tersebut, bernama Babur Udayev, 23 tahun dari Uzbekistan, sebuah negara di kawasan Asia Tengah.
Mahasiswa jurusan Teknologi Informatika ini memilih Indonesia, sebagai negara tujuan untuk belajar bahasa dan budaya bangsa Indonesia, khususnya di Malang, dengan pertimbangan banyaknya faktor kesamaan antara Indonesia dan negara asalnya, Uzbekistan.
Sama-sama merupakan negara berpenduduk mayoritas muslim. Sebagaimana kita ketahui, Uzbekistan negara dengan 96,3% (berdasarkan laporan Pew Research Center,th.2009) penduduk muslim dan Indonesia dengan 87% penduduk muslim merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia bagi Babur menjadi faktor pendorong yang kuat untuk datang dan menimba ilmu di sini.
Bahkan, mahasiswa asing yang memiliki penampilan fisik mirip Mr. Bean (tokoh komedian dari Inggris) ini tahu betul, bahwa Soekarno, founding father sekaligus presiden pertama Republik Indonesia merupakan orang yang banyak jasanya dalam menjalin kerjasama dan hubungan persahabatan kedua negara Uzbekistan dan Indonesia di era 1960-an. Dan presiden Soekarno mendapat tempat terhormat di hati para penduduk Uzbekistan di zaman presiden Uni Soviet, Nikita Kuruchev. Bahkan, konon berkat presiden Soekarno lah akhirnya dapat ditemukan kembali kuburan Imam Buchori, seorang tokoh Islam terkemuka di dunia yang makamnya ada di Buchara, Uzbekistan.
Beberapa tempat di Malang dan sekitarnya sempat dikunjungi oleh anak ketiga dari lima bersaudara ini; Museum Budaya Indonesia di Batu, Candi Badut di kelurahan Karang Besuki, Pura Dwijawarsa, pura terbesar di Malang raya yang berlokasi di kelurahan Kedungkandang, dan mahasiswa yang berpostur dan berpenampilan kaukasoid ini terkagum-kagum dengan pertunjukan wayang kulit yang pernah disaksikannya secara langsung di kelurahan Landungsari, di arah Barat Laut kota Malang, dalam kegiatan bersih desa yang setiap tahun diselenggarakan di lapangan desa di kelurahan Landungsari, kecamatan Lowokwaru kotamadya Malang ini.
Menurutnya, banyak persamaan yang dilihatnya antara budaya di Jawa Timur dan budaya di lingkungan Masyarakat Uzbek, khususnya pelaksanaan ajaran agama di Jawa yang masih kental diwarnai adat budaya setempat.
Juga dalam cerita Mahabarata dalam kesenian wayang kulit di Jawa, cerita Mahabarata juga hidup di kalangan mayarakat Uzbek di Uzbekistan. Salah satu contoh, sebut saja seorang tokoh calam cerita pewayangan yang bernama Bambang Irawan di kesenian wayang Jawa, di masyarakat Uzbek dikenal dengan nama Ravan.
Demikian juga dengan cerita Pancatantra yang berasal abad pertama Masehi juga hidup di kedua negara yang bersahabat ini. Cerita Pancatantra yang merupakan cerita fabel yang mengisahkan seorang Raja yang ingin mendidik anaknya tentang ilmu ketatanegaraan terpahat sebagai cerita relief di dinding candi Jago yang dibangun di abad-13 Masehi yang ada di wilayah kecamatan Tumpang, di sebelah timur kota Malang.
Cerita ini juga memiliki pengaruh yang luas di wilayah Asia Tengah, tidak terkecuali di wilayah Uzbekistan. Candi Badut yang dibangun di abad-8 Masehi merupakan situs sejarah purbakala berikutnya yang pernah dikunjungi oleh Babur selama berada di Malang. Candi ini berada di 5 kilometer sebelah barat daya dari pusat kota Malang. Masuk di wilayah kelurahan Karangbesuki kecamatan Sukun. Candi ini merupakan tempat pemujaan yang dibuat 1400 tahun yang lalu, merupakan candi tertua di Jawa Timur. Candi ini merupakan peninggalan raja Gajayana, penguasa kerajaan Kanjuruhan sesuai dengan yang tertera di dalam prasasti Dinoyo 1 yang berangka tahun 760 Masehi.
Lain Babur udayev, lain pula cerita mahasiswa asing lainnya yang berasal dari Afrika Selatan yang bernama Ramadhan. Lelaki hitam manis ini sedang menempuh perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.
Mahasiswa yang berasal dari negara Nelson Mandela ini berujar bahwa banyak persamaan yang ada diantara kedua negara, Indonesia dan Afrika Selatan ; sama-sama negara berkembang, dan sama-sama negara yang pernah dijajah oleh VOC Belanda. Ramadhan, sebagai seorang Afrika sangat suka sekali dengan makanan Indonesia yang banyak ditemukan di kedai-kedai makanan yang murah sekali harganya di lingkungan sekitar kampus UM di bilangan gang 6 Sumbersari, kecamatan Lowokwaru kota Malang. Yang paling dia suka dari menu makanan utama adalah nasi dengan sambel lalapan plus lauk pauk ayam goreng, tahu, tempe goreng atau ikan lele gorengnya.
Untuk kue kudapan yang dia suka adalah lumpia, kue dengan tampilan gulungan kulit telur dengan terigu yang terlipat rapi dan didalamnya ada campuran taoge, rebung, irisan wortel dan daging ayam cincang di dalamnya.
Sebagai seorang mahasiswa asing yang berasal dari Afrika dengan warna kulit-maaf,hitam-penampilan Ramadhan sangat terlihat mencolok dan menarik perhatian warga kampung Sumbersari, Malang. Mahasiswa calon ekonom ini juga beragama Islam, sebagaimana umumnya warga Malang dan masyarakat Indonesia, mengenal Indonesia sebagai tempat asal Syekh Yusuf dari Makassar, seorang pejuang Indonesia di abad-16 Masehi yang dibuang ke Afrika Selatan karena kerasnya penentangan beliau terhadap penindasan VOC Belanda di Makassar dan Banten. Makam beliau sekarang berada di distrik Macassar masuk wilayah kota Capetown, Afrika Selatan.
Menurut Ramadhan, banyak kesamaan budaya penduduk Afrika Selatan dan Indonesia, khususnya dalam motif pakaian. Motif pakaian yang seringkali dipakai Nelson Mandela yang sangat mirip sekali dengan batik Indonesia, dimana di Afrika disebut Mandiba atau Mandela.
Ramadhan merasa senang berada di lingkungan perkampungan Sumbersari, kota Malang ini karena masyarakatnya ramah seperti orang Indonesia pada umumnya. Keramahan warga kampung sekitar kampus UM, jenis makanan (sayur, ikan, kentang, daging) dan angkutan umum yang ada di Malang mirip dengan yang ada di kampong halamannya di Afrika Selatan yang jaraknya sekitar 9.500 km dari pulau Jawa ini.
Ia yang berasal dari Afrika, berbahasa ibu bahasa Zulu, bahasa sukunya dan bahasa sehari-harinya bahasa Inggris berusaha akrab dengan siapa saja warga kampung Sumbersari di Malang. Sehingga, setelah kurang lebih satu setengah tahun berada di Malang, ia telah lancar berbahasa Indonesia.
Bahkan beberapa kosa kata bahasa Jawa juga telah dikuasainya ; seperti kata “mangan” untuk kata “makan” dalam bahasa Indonesia, kata “sego” untuk “nasi”, “kerupuk”, “sayur lodeh” , “sayur kangkung” juga telah dikenalnya, karena nama-nama yang berkaitan dengan makanan itu setiap hari didengar di telinganya dalam percakapan sehari-hari warga kampung Sumbersari, di Malang.
Itulah rona-rona kehidupan mahasiswa asing yang berhasil direkam oleh penulis yang juga merupakan warga, penduduk asli kampung Sumbersari, Malang. Dan mereka bukanlah mahasiswa yang terakhir kali datang ke kota yang berjuluk kota pendidikan ini. Masih akan banyak lagi mahasiswa asing yang datang dari seluruh penjuru dunia untuk datang dan menginjakkan kakinya di bumi Arema tercinta ini. Salam Satu Jiwa dari Arema untuk netizen dunia. @_Paat