Menyusuri Jejak Jejak Pers Indonesia Melalui Lensa Digital
- khoirulfatma13
- 6 menit yang lalu
- 4 menit membaca

KOORDINATBERITA.COM| Opini - Dibalik setiap berita yang bisa kita akses dengan mudah lewat sekali klik di media sosial atau portal berita hari ini, tersimpan sejarah panjang tentang bagaimana pers Indonesia lahir, tumbuh, dan bertahan menghadapi zaman. Dulu, berita baru bisa menyebar berhari-hari setelah suatu peristiwa terjadi. Kini, dalam hitungan detik, jutaan orang di seluruh Indonesia sudah tahu kabar terkini hanya lewat notifikasi di ponsel. Namun, di balik kemudahan itu, sedikit dari kita yang menyadari betapa panjang dan pelik perjalanan sejarah yang telah dilalui dunia pers di tanah air.
Sebelum menelusuri jejak sejarahnya, mari kita pahami dulu apa itu pers. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik—mulai dari mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan informasi dalam berbagai bentuk dan media. Dengan kata lain, pers bukan sekadar alat penyampai berita, tapi juga jembatan penting antara informasi dan masyarakat. Tapi posisi strategis itu tidak datang begitu saja; ia dibangun melalui proses panjang yang penuh perjuangan dan dinamika politik.
Sejarah Awal Pers Indonesia: Dari Pena Perlawanan hingga Lahirnya Identitas Nasional
Dalam catatan Sejarah yang dirangkum oleh Wikipedia dalam artikel berjudul “media massa” disebutkan bahwasannya bentuk awal media di Indonesia muncul sejak masa kolonial Belanda. Salah satu koran pertama yang muncul di jaman itu adalah Bataviasche Nouvelles yang terbit pada abad ke-18 di Batavia. Namun, media itu hanya melayani kepentingan pemerintah kolonial, bukan suara rakyat pribumi.
Titik balik muncul pada awal abad ke-20, ketika Raden Mas Tirto Adhi Soerjo mendirikan Medan Prijaji pada tahun 1907. Surat kabar ini bukan sekadar media informasi, melainkan wadah perjuangan bagi rakyat Indonesia untuk menyuarakan ketidakadilan. Dari sinilah lahir cikal bakal pers nasional. Sehingga kini tanggal berdirinya medan prijaji – 9 Februari— diperingati sebagai Hari Pers Nasional dan Raden Mas Tirto Adhi Soerjo kemudian dikenal sebagai Bapak Pers Nasional.
Mengutip dari artikel Detik.com yang berjudul “Mengenal Sejarah dan Fakta Menarik Pers di Indonesia” terdapat beberapa fakta menarik di balik Sejarah pers Indonesia yang panjang ini. salah satu dari beberapa fakta yang tersaji, disebutkan bahwa sebelum Medan Prijaji, sudah ada surat kabar berbahasa Melayu di Surabaya bernama Soerat Kabar Bahasa Melajoe yang terbit pada tahun 1856. Artinya, semangat literasi dan komunikasi publik di Indonesia sudah mulai tumbuh bahkan sebelum semangat nasionalisme terbentuk secara utuh.
Sejak saat itu, pers menjadi bagian penting dari perjuangan bangsa. Ia berkembang dari media perjuangan di masa kolonial, menjadi penggerak opini publik di masa kemerdekaan, hingga akhirnya berubah menjadi instrumen demokrasi setelah masa reformasi.
Pada masa setelah kemerdekaan, pers sempat menjadi alat perjuangan dalam membangun bangsa. Namun, perjalanan itu tak lepas dari intervensi kekuasaan. Seperti dijelaskan dalam artikel Detik.com “Mengenal Sejarah dan Fakta Menarik Pers di Indonesia”, masa Orde Lama di bawah Presiden Soekarno diwarnai oleh banyaknya media yang terafiliasi dengan partai politik. Surat kabar seperti Harian Rakjat dan Suluh Indonesia menjadi corong ideologi, membuat pemberitaan kehilangan sisi independennya.
Lalu datang masa Orde Baru, di mana kontrol terhadap media semakin ketat. Pemerintah memberlakukan sistem izin terbit (SIUPP) yang bisa dicabut kapan saja. Media seperti Tempo, Editor, dan Detik versi cetak sempat dibredel karena memberitakan hal-hal yang dianggap mengkritik pemerintah. Situasi ini memaksa jurnalis bekerja di bawah tekanan — tapi justru dari keterbatasan itulah lahir semangat baru: menulis dengan keberanian.
Dengan begitu, berakhirnya masa orde baru pada tahun 1998 menjadi tonggak kebangkitan. Reformasi yang membuka ruang baru bagi kebebasan pers di Indonesia. Melalui UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, media kini bebas dari campur tangan pemerintah. Tak ada lagi izin terbit, dan jurnalis mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya.
Era ini menandai ledakan media baru. Koran, televisi, radio, dan kemudian portal berita online tumbuh bak jamur di musim hujan. Masyarakat kini bisa mendapatkan berbagai perspektif hanya dengan membuka satu laman berita. Namun, kebebasan baru itu juga membawa tantangan baru — terutama soal kecepatan informasi dan kebenaran data.
Transformasi Pers dalam Lensa Digital: Dari Koran Hingga Layar Sentuh
Kini, dunia pers hidup dalam lanskap yang benar-benar berbeda. Jika dahulu kala, berita dicetak di atas kertas dan menunggu pembaca di pagi hari, sekarang semua berpindah ke layar digital. Seperti dijelaskan dalam Wikipedia, media massa modern kini mencakup televisi, radio, internet, dan media sosial yang memungkinkan informasi menjangkau publik dalam waktu singkat.
Fenomena tersebut menjadi pengingat bagi para jurnalis di masa kini, bahwasannya jurnalisme hari ini bukan hanya berpacu dengan waktu, tapi juga dengan algoritma media sosial dan kebiasaan konsumsi informasi masyarakat. Dengan adanya tantangan tersebut, kini redaksi harus bisa lebih cerdas ketika membaca data, memanfaatkan teknologi, dan menjaga kecepatan tanpa kehilangan akurasi.
Namun, kemajuan digital juga membawa tantangan besar seperti, banjir informasi, hoaks, dan disinformasi. Di tengah derasnya arus berita, tugas utama jurnalis masa kini menjadi lebih kompleks, yang mana mereka tidak hanya bertugas untuk melaporkan peristiwa, tapi juga menafsirkan makna dan memastikan kebenarannya.
Era digital ini menjadikan siapa pun bisa menjadi “penyampai berita”, tapi tidak dapat disangkal bahwa tidak semua orang yang menyampaikan berita paham akan etika jurnalistik. Dengan begitu, penting bagi para jurnalis dapat menjadi pers professional yang bisa menjaga integritas, menegakkan akurasi, dan menjadi penuntun publik untuk memvalidasi berita yang tengah beredar di tengah keramaian informasi yang membingungkan.
Pada kesimpulannya perjalanan panjang pers Indonesia, dari Medan Prijaji hingga platform berita online hari ini, menunjukkan satu hal yang pasti, yakni media akan terus berubah mengikuti zaman, akan tetapi nilai kejujuran dan tanggung jawab harus tetap dipertahankan. Lewat lensa digital, pers Indonesia bukan hanya menyampaikan berita, tapi juga terus menulis sejarah bangsa — satu klik, satu cerita, satu kebenaran pada waktunya.

Sumber: Wikipedia – “Media Massa”; Detik.com – “Mengenal Sejarah dan Fakta Menarik Pers di Indonesia






















































































































