Mengapa Dana Desa untuk Koperasi Desa Merah Putih Dipersoalkan?, Ketua AKSES Suroto Sebut Pemerintah Pusat telah Langgar Otoritas
- khoirulfatma13
- 1 Agu
- 3 menit membaca

KOORDINATBERITA.COM | Jakarta - Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, menilai pemerintah pusat telah melanggar otoritas desa dengan adanya penggunaan dana desa untuk menutupi kekurangan angsuran pinjaman Koperasi Desa atau Kelurahan Merah Putih dari bank pelat merah. Besaran dana desa yang dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman Koperasi Desa Merah Putih maksimal 30 persen.
Ia menjelaskan bahwa peruntukan dana desa, termasuk alokasi dana desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ditentukan berdasarkan Musyawarah Desa atau Musdes. Musyawarah ini bersifat otonom dan tidak boleh diintervensi oleh pemerintah pusat.
"Jadi, penggunaan dana desa sebagai penjaminan kredit macet untuk Koperasi Desa Merah Putih itu jelas melanggar otoritas desa. Selain itu, KDMP adalah badan hukum privat, bukan badan hukum publik," kata Suroto kepada Tempo, Rabu, 30 Juli 2025.
Ia mengatakan, fungsi penganggaran dana desa diatur dalam pembentukan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes) secara mandiri. Otoritas ini, kata Suroto, diatur oleh Undang Undang (UU) Desa dan semua pihak harus mematuhinya, termasuk pemerintah pusat.
Ia menekankan bahwa pemerintah pusat tidak boleh sewenang-wenang dan sembarangan mengatur. "Bentuk intervensi pusat ini jelas pelanggaran terhadap UU. Kekuasaan birokrasi sewenang-wenang dan melebihi UU seperti ini bisa disebut sebagai bentuk pemerintahan otoriter, mengancam tatanan ketatanegaraan secara keseluruhan kalau dibiarkan," ujar Suroto.
Kopdes Merah Putih bisa mengajukan pinjaman ke perbankan yang merupakan Badan Milik Negara (BUMN) maksimal Rp 3 miliar. Ketentuan yang mengatur dana desa bisa digunakan sebagai jaminan untuk melunasi pinjaman Koperasi Desa Merah Putih tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pinjaman dalam Rangka Pendanaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang diundangkan pada 21 Juli 2025.
Pasal 11 menyatakan bahwa dalam hal jumlah dana pada rekening pembayaran pinjaman tidak mencukupi jumlah angsuran pokok dan bunga/margin/bagi hasil perjanjian pinjaman yang telah jatuh tempo, bank bisa menyampaikan surat permohonan penempatan dana untuk menutupi kekurangan angsuran pokok dan bunga/margin/bagi hasil pinjaman. Surat permohonan tersebut disampaikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (KPA BUN) Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan untuk Pinjaman Kopdes Merah Putih (KDMP), dan/atau KPA BUN Pengelola Dana Transfer Umum untuk pinjaman Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP).
"Penempatan dana untuk menutupi kekurangan angsuran pokok dan bunga/margin/bagi hasil pinjaman bersumber dari dana desa untuk KDMP atau DAU/DBH untuk KKMP," demikian tertulis di dalam beleid tersebut.
Kementerian Desa dan Pengembangan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) tengah menyusun Permendes untuk memuat aturan penggunaan dana desa untuk jaminan bagi Kopdes Merah Putih ini. Mendes PDT Yandri Susanto menyebut drafnya sudah jadi, ditargetkan rampung pada Agustus 2025.
"Permendes itu nanti kami mengacu pada PMK Nomor 49 Tahun 2025 Pasal 1 ayat (5), di mana dari PMK itu memberikan mandat kepada Menteri Desa dan PDT untuk membuat peraturan tentang kewajiban, tata cara, kemudian bagaimana membuat siklus pengambil keputusan antara Kopdes sama di tingkat desa," ujar Yandri di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, pada Selasa, 29 Juli 2025.
Suroto menyatakan, penggunaan dana desa sebagai jaminan pinjaman adalah bentuk penghindaran risiko yang berpotensi dialami bank milik negara. Menurut dia, Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang ditugaskan untuk memberikan pinjaman kepada Kopdes Merah Putih, tidak mau menanggung kerugian karena tahu risiko gagal bayarnya besar.
"Bank BUMN itu intinya tidak mau menanggung risiko gagal bayar, mereka diikat oleh asas prudential atau asas kehati-hatian," katanya. Namun, kata Suroto, justru yang dikorbankan adalah hak masyarakat desa.
Dalam riset terbarunya, Center of Economic and Law Studies (Celios) menghitung risiko gagal bayar pinjaman Kopdes Merah Putih mencapai Rp 85,96 triliun selama enam tahun masa pinjaman. Tak hanya itu, Direktur Eksekutif Celios Nailul Huda menyebut adanya opportunity cost sebesar Rp 76 triliun yang ditanggung oleh bank pelat merah, karena harus memberikan pembiayaan bagi Kopdes Merah Putih.
“Jika dana ini dialokasikan untuk sektor-sektor dengan tingkat pengembalian tinggi, maka opportunity cost tersebut bisa berkurang,” katan Nailul dalam publikasi bertajuk 'Dampak Ekonomi Koperasi Merah Putih.'@_Network
Do My Assignment provides top-quality accounting assignment help Australia, offering plagiarism-free solutions tailored to meet university standards. From auditing and taxation to financial reporting, our experts deliver accurate, well-structured assignments with timely delivery and personalized guidance to help students achieve excellent academic results.