top of page
Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

Pada rekaman itu, terlihat korban memasuki ruang lift disusul dengan terdakwa. Tidak terdengar jelas percakapan dalam rekaman yang disuguhkan jaksa. Akan tetapi terlihat jelas ada percakapan antara korban dengan terdakwa.
Pada rekaman itu, terlihat korban memasuki ruang lift disusul dengan terdakwa. Tidak terdengar jelas percakapan dalam rekaman yang disuguhkan jaksa. Akan tetapi terlihat jelas ada percakapan antara korban dengan terdakwa.

KOORDINATBERITA.COM | Surabaya –Jaksa Penuntut Umum (JPU) membongkar detik-detik rekaman CCTV peristiwa tewasnya Dini Sera Afriyanti (29), pacar dari Gregorius Ronald Tannur anak dari eks anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur di pengadilan.


Dalam rekaman yang terbagi beberapa video itu, terlihat jelas ada sosok terdakwa bersama dengan Dini. Jaksa pun menyuguhkan bukti rekaman CCTV, mulai saat terdakwa bersama korban memasuki ruangan lift.


Keduanya, diketahui hendak pulang setelah berkaraoke bersama teman-teman korban lainnya, di room karaoke Blackhole KTV.


Pada rekaman itu, terlihat korban memasuki ruang lift disusul dengan terdakwa. Tidak terdengar jelas percakapan dalam rekaman yang disuguhkan jaksa. Akan tetapi terlihat jelas ada percakapan antara korban dengan terdakwa.


Lalu, pada rekaman kedua, JPU langsung memperlihatkan posisi korban dan terdakwa di area parkiran mobil. Pada rekaman itu, terlihat korban sempat berada di depan mobil. Rekaman CCTV menunjukkan area parkir mobil yang sudah kosong pada pukul 00.26 Wib.


Pada detik berikutnya, korban terlihat menuju samping kiri mobil. Setelah itu, tidak lagi terlihat jelas korban berada diposisi seperti apa.


Salah satu saksi yang dihadirkan JPU, Yossy, IT dari Lenmarc Mal mengatakan, ada sekitar 180 titik CCTV yang dapat dilihatnya di mal tersebut. Namun, ia mengakui, bahwa semua CCTV tersebut hanya menghadap satu arah saja.


Sehingga, hal itu diakuinya tidak dapat melihat secara jelas dari sisi kiri mobil. Sisi dimana korban berada pada saat itu.


“Semua CCTV memang menyorot satu arah yang mulia. Dalam rekaman itu korban berada disisi kiri (mobil). (Tidak terlihat jelas korban) tiba-tiba korban sudah di tengah jalan itu,” katanya saat ditanya hakim apakah ada CCTV yang memperlihatkan korban tertabrak atau terlindas mobil terdakwa.


Pada rekaman CCTV kedua yang diperlihatkan JPU itu, mobil terdakwa bergerak ke arah kanan. Korban yang dalam rekaman CCTV tidak jelas terlihat berada disisi kiri mobil, tiba-tiba terlihat tergeletak di tengah jalan.


Posisi mobil terdakwa pun terlihat sudah tegak lurus di tengah jalan. Di belakang mobil terdakwa, terlihat tubuh korban yang masih bergerak-gerak. Terdakwa pun terlihat turun dari mobil.


Pada detik berikutnya, terlihat ada mobil kedua yang turut melintas pada jalan yang sama. Mobil kedua itu terlihat tidak berhenti dan melintasi jalan tengah dimana korban berada.


Meski tidak terlihat jelas, namun dalam potongan video, mobil kedua berjalan dengan zig-zag seperti menghindari sesuatu.


Pada saat itu lah, terdakwa lalu terlihat memarkirkan mobilnya kembali. Ia pun terlihat turun dari mobilnya.


Menanggapi rekaman CCTV yang dibeberkan JPU itu, kuasa hukum terdakwa, Lisa Rahmat pun mempertanyakan bukti-bukti tersebut. Sebab, dalam rekaman CCTV yang diungkap JPU malah tidak memperlihatkan mobil siapa atau mobil mana yang melindas korban.


“Sekarang dalam kasus ini korban katanya terlindas. Sekarang mobil mana yang melindas korban. JPU dalam dakwaan, menuduh terdakwa sebagai pelaku, tetapi tidak terdapat bukti CCTV yang menunjuk terdakwa yang melindas,” katanya.


Ia menambahkan, dalam rekaman CCTV, terlihat ada mobil lain selain mobil terdakwa yang melintas. Mobil lain dalam rekaman CCTV bukti JPU itu, disebutnya terlihat memaksa lewat dengan zig zag meski ada korban di tengah jalan.


“Ada mobil lain yang lewat berjalan zig zag terlihat dalam CCTV. Artinya ada korban di tengah jalan tapi mobil memaksa lewat dengan jalan zig zag. Hal itu kena lindas atau tidak mesti dibuktikan oleh JPU atau penyidik sejak awal. Masalah kasus ini hanya dasar asumsi semata tanpa di imbangi bukti-bukti pendukung,” tegasnya.@_Oirul

3 tampilan0 komentar

Hafidh bersama kuasa hukumnya, Billy Handiwiyanto, terlihat tiba di Mapolrestabes Surabaya, sekitar pukul 13.00 WIB. Terlapor pun langsung masuk ke dalam Gedung Anindita.
Hafidh bersama kuasa hukumnya, Billy Handiwiyanto, terlihat tiba di Mapolrestabes Surabaya, sekitar pukul 13.00 WIB. Terlapor pun langsung masuk ke dalam Gedung Anindita.

KOORDINATBERITA.COM| Surabaya - Hafidh Fawwaidz (25), anak anggota DPRD Surabaya

yakni putra dari Syaifudin Zuhri yang dilaporkan terkait kasus penganiayaan, telah menjalani proses pemeriksaan di Mapolrestabes, Selasa (23/4).


Hafidh bersama kuasa hukumnya, Billy Handiwiyanto, terlihat tiba di Mapolrestabes Surabaya, sekitar pukul 13.00 WIB. Terlapor pun langsung masuk ke dalam Gedung Anindita.


"Saya melakukan pendampingan sama klien kami namanya Hafidh Fawwaidz beliau adalah putra dari Syaifudin Zuhri anggota DPRD Kota Surabaya," kata Billy, kepada awak media.


Billy juga menjalasakan jika kliennya mendapat sekitar 25 pertanyaan dari penyidik seputar kronologi kejadian,


Hafidh datang untuk memenuhi panggilan aparat kepolisian sebagai proses penyelidikan setelah dilaporkan RC (18), warga Jalan Tambak Dono, Pakal, Surabaya, dugaan penganiayaan.


"Jadi sekarang masih proses BAP (Berita Acara Pemeriksaan), masih proses, ini kan pertama kali kami menghadiri panggilan. Sekarang posisinya naik ke penyidikan," ucapnya.


Billy mengungkapkan, pihaknya akan menghormati proses hukum yang telah berjalan.


Namun, dia berharap penyidik bisa bersikap netral dalam kasus yang tengah dijalani klienya. 


"Kami harapkan kepolisian juga netral menanggapi dugaan masyarakat terkait dugaan penganiayaan ini. Untuk fakta lebih lanjut saya rasa kami menunggu penyidikan lebih lanjut dari kepolisian," jelasnya.


Diberitakan sebelumnya, korban, RC (18), melaporkan HF (25) warga Jalan Jawar. Laporan itu bernomor: LP/B/309/III/2024/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR.


HF merupakan anak dari anggota DPRD Surabaya, Saifudin Zuhri. Sedangkan, tindakan penganiayaanya dilakukan di Rumah Aspirasi Caleg di Jalan Jawar.@_Oirul

8 tampilan0 komentar

"Memasukkan platform digital dalam definisi penyiaran membuat konten digital harus patuh pada aturan-aturan yang sama dengan aturan TV konvensional, padahal medium dan teknologinya berbeda. Ini tidak tepat karena platform digital memiliki logika teknologi yang berbeda dengan TV atau radio terestrial," jelas Direktur Eksekutif Remotivi Yovantra Arief dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
"Memasukkan platform digital dalam definisi penyiaran membuat konten digital harus patuh pada aturan-aturan yang sama dengan aturan TV konvensional, padahal medium dan teknologinya berbeda. Ini tidak tepat karena platform digital memiliki logika teknologi yang berbeda dengan TV atau radio terestrial," jelas Direktur Eksekutif Remotivi Yovantra Arief dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/4/2024).

KOORDINATBERITA.COM | Jakarta – Proses revisi atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran tengah berjalan. Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran 2 Oktober 2023 meluaskan cakupan wilayah penyiaran menjadi bukan hanya penyiaran konvensional seperti TV dan radio, melainkan juga mencakup penyiaran digital.


Sebagai konsekuensi dari perluasan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), maka platform digital seperti Netflix, Amazon Prime, Vidio, dan platform lainnya harus tunduk pada UU Penyiaran yang baru serta diatur oleh KPI. Perubahan itu dinilai dapat mengancam kebebasan pers penyiaran dan kreativitas di ruang digital.


"Memasukkan platform digital dalam definisi penyiaran membuat konten digital harus patuh pada aturan-aturan yang sama dengan aturan TV konvensional, padahal medium dan teknologinya berbeda. Ini tidak tepat karena platform digital memiliki logika teknologi yang berbeda dengan TV atau radio terestrial," jelas Direktur Eksekutif Remotivi Yovantra Arief dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/4/2024).


Dia menjelaskan, salah satu hal yang menjadi perhatian adalah pasal 56 ayat 2 yang berisi larangan atas berbagai jenis konten penyiaran, baik konvensional maupun digital. 


Larangan-larangan tersebut mencakup tayangan terkait narkoba, perjudian, rokok, alkohol, kekerasan, atau unsur mistik. Beberapa jenis konten yang dilarang pun dinilai multiinterpretasi sehingga rentan untuk digunakan secara semena-mena.


“Larangan-larangan ini berpotensi mengekang hak publik untuk mendapat konten yang beragam. Padahal di platform digital publik memiliki agensi lebih besar untuk memilih dan menyaring tontonan, berbeda dengan penyiaran konvensional," kata dia.


Revisi itu juga dia sebut memuat larangan atas tayangan yang menampilkan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif, dan larangan atas rekayasa negatif informasi dan hiburan. Ketentuan semacam itu dia nilai dapat sangat multitafsir dan berpotensi disalahgunakan.


Sementara itu, konsekuensi lain dari perluasan dalam revisi UU Penyiaran adalah kewajiban produk jurnalisme penyiaran untuk tunduk pada aturan KPI. 


Hal itu dinilai dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan karena selama ini produk jurnalisme diatur dan diawasi oleh Dewan Pers sebagaimana mandat Undang-Undang Pers.


“Pada pasal 25 ayat 1q disebutkan wewenang menangani sengketa jurnalistik hanya oleh KPI. Padahal selama ini kasus sengketa jurnalistik di penyiaran selalu ditangani oleh Dewan Pers. Draft RUU Penyiaran mempunyai tujuan mengambil alih wewenang Dewan Pers dan akan membuat rumit sengketa jurnalistik," kata Pengurus Nasional Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Bayu Wardhana.


Selain itu, pada pasal 56 ayat 2 juga terkandung larangan atas penayangan eksklusif jurnalistik investigasi (huruf c). Klausul itu dia nilai dapat mengancam kebebasan pers dan membuat bingung.


"Mengapa ada larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi? Tersirat ini membatasi agar karya jurnalistik investigasi tidak boleh ditayangkan di penyiaran. Sebuah upaya pembungkaman pers sangat nyata,”ucap Bayu.


Dilansir dari situs resmi DPR RI, proses revisi UU Penyiaran saat ini sudah ada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI setelah sebelumnya disempurnakan oleh Komisi I DPR RI. Rencananya, revisi UU Penyiaran ditargetkan selesai pada tahun ini.


Namun, proses itu dinilai terburu-buru dan tidak transparan. Yovantra mengingatkan, draft RUU ini harus dibahas ulang dengan melibatkan lebih banyak aktor mengingat masih terdapat banyak pasal bermasalah yang berpotensi mematikan kreativitas di ruang digital.


“Tidak bisa asal memasukkan penyiaran digital ke dalam UU Penyiaran, kita harus lihat bagaimana logika teknologi dan industrinya bekerja, supaya tidak malah mematikan industri dan kreativitas. Oleh karenanya RUU ini harus dibahas ulang dengan partisipasi yang lebih luas," kata  Yovantra.


Bayu Wardhana pun menyatakan, pasal yang mengancam kebebasan pers pun perlu segera dicabut. Jika hendak mengatur karya jurnalistik di penyiaran, sebaiknya merujuk pada UU Pers no 40/1999. "Pada konsideran draft RUU ini sama sekali tidak mencantumkan UU Pers," jelas Bayu.@_Network

15 tampilan0 komentar
Blog: Blog
bottom of page