top of page

PHK Sepihak, Mantan Karyawan Gugat Bank Panin ke PN Surabaya


Menurut Agung, Perselisahan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1),  ayat  (4) dan ayat (17)  Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang  Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) telah mengatur mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial.
Menurut Agung, Perselisahan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1),  ayat  (4) dan ayat (17)  Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang  Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) telah mengatur mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial.

KOORDINATBERITA.COM | Surabaya - Bank Panin Sidoarjo digugat oleh Eko Siswodiono, mantan karyawannya ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, atas perkara dugaan melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.


Gugatan Perkara no 48/Pdt.sus-PHI/2023/PNSby itu memasuki agenda persidangan pemanggilan saksi dari pihak penggugat dan penggugat, yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, melalui majelis hakim Kethut. Senin, 17/7/2023.


"Keterangan saksi Teguh dan Eka yang juga mantan karyawan BankPanin menyapaikan kesaksian di persidangan, bahwa penggugat telah mencabut surat pengunduran diri, dan penggugat berkerja seperti biasa. Namun, absensi telah diblokir oleh tergugat".


Agung Silo Widodo Basuki. SH. MH selaku kuasa hukum Mantan karyawan Bank  Panin,, Eko Siswodiono, Lambangan  RT 008 RW 002. Desa Lambangan, Kecamatan Wonoayu,Kabupaten Sidoarjo, mengatakan telah diberhentikan secara sepihak oleh manajemen Bank Panin per bulan November 2022.


"Mengajukan Gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap PT.Bank Panin, KCP  SIDOARJO yang berkedudukan di Jl. Achmad Yani Blok H No.40, Sidokumpul,Kabupaten Sidoarjo,Propinsi Jawa Timur, yang selanjutnya disebut sebagai tergugat" jelas Agung.


Menurut Agung, Perselisahan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1),  ayat  (4) dan ayat (17)  Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang  Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) telah mengatur mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial.


TERGUGAT telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap PENGGUGAT tanpa membayarkan hak pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2),(3) dan (4) UU.No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerja ,joUndang-undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja  jo Peraturan Pemerintah No.35 tahun 2021 tentang PKWT,Alih Daya,Waktu Kerja,Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja;


1. Bahwa oleh karena TERGUGAT dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap PENGGUGAT tanpa disertai dengan pembayaran hak pesangon sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Undang-undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja  jo Peraturan Pemerintah No.35 tahun 2021 tentang PKWT,Alih Daya,Waktu Kerja,Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja maka selanjutnya PENGGUGAT telah menuntut kepada TERGUGAT atas hak pesangon tersebut yang tidak dibayarkan melalui surat permohonan musyawarah secara bipartite  ;


2. Bahwa, sebagaimana ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) pada tanggal 12 Desember 2022 PENGGUGAT mengirimkan surat Bipartite ke I (kesatu) Nomor :102/Bipartite/Adv-ASWB/XII/2022,dengan harapan agar terjadi penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat terhadap PENGGUGAT, namun demikian pihak TERGUGAT tidak merespon dengan positif ajakan pihak PENGGUGAT  untuk berunding secara bipartite  dan tidak membalas surat serta tidak mau berunding tanpa alasan yang jelas;


3.Bahwa, oleh karena pihak TERGUGAT tidak mempunyai itikad yang baik dengan pihak PENGGUGAT maka pihak penggugat melalui kuasa hukumnya mengajukan upaya perundingan bipartite yang kedua pada tanggal 20 Desember 2022, mengirimkan surat Bipartite ke II (dua), Nomor : 113/Bipartite/Adv-ASWB/XII/2022 ;


4.Bahwa ternyata dalam ajakan musyawarah bipartite ke 1 dan ke 2 tidak di tanggapi oleh TERGUGAT, sehingga untuk selanjutnya PENGGUGAT telah mencatatkan penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo guna diselesaikan secara mediasi, sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI);


5.Bahwa selanjutnya dalam pelaksanaan mediasi para pihak telah dipanggil oleh mediator Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo sebanyak tiga kali dan adapun dalam pelaksanaan mediasi tersebut tetap tidak ada kesepakatan mengenai pembayaran hak pesangon PENGGUGAT, sehingga mediator Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya wajib mengeluarkan anjuran tertulis, sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI);


6.Bahwa PENGGUGAT menolak atas anjuran yang dikeluarkan oleh mediator Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo No. 567/   /438.5.7/2023 tanggal 17 Februari 2023, karena dalam anjuran mediator tersebut telah menganjurkan hak pesangon atas dasar pengunduran diri sedangkan berdasarkan fakta di atas seharusnya PENGGUGAT telah dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh TERGUGAT karena dilarang masuk bekerja , PENGGUGAT pada tanggal 13 November 2022 telah memberitahukan kepada TERGUGAT perihal pembatalan /pencabutan rencana  pengunduran diri dari PT.BANK PANIN KCP Ahmad Yani Sidoarjo,


PENGGUGAT masuk kerja seperti biasa namun dihalang-halangi oleh pengusaha pada saat akan melaksanakan aktifitas kerja dengan tidak dapat mengakses absensi finger print,atas kejadian tersebut PENGGUGAT pada tanggal 18 November 2022 telah meminta kepada TERGUGAT secara tertulis agar membuka kembali blokir absensi.


Kemudian dalam anjuran mediator tersebut juga tidak menganjurkan adanya pembayaran  selama proses perselisihan pemutusan hubungan kerja berlangsung hak-hak pekerja sesuai dengan ketentuan pasal 155 ayat (3) Undang – Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan jo Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 37/PUU-IX/2011, maka pihak Tergugat  wajib membayar gajinya seperti biasa kepada Penggugat sejak bulan Desember 2022 dan Januari 2023  sebesar Rp.22.706.320,- (Dua puluh dua juta tujuh ratus enam ribu tiga ratus dua puluh rupiah),


Selanjutnya oleh karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap PENGGUGAT adalah batal demi hukum, maka PENGGUGAT berhak memperoleh pembayaran upah proses selama 6 (enam) bulan sejak adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut;


7.Bahwa ternyata TERGUGAT juga menolak atas anjuran yang dikeluarkan oleh mediator No. 567/   /438.5.7/2023 tanggal 17 Februari 2023 tanpa didasari dengan alasan yang jelas oleh karenanya berdasarkan fakta tersebut telah diperoleh kesimpulan untuk diduga bahwa TERGUGAT pada kenyataannya tidak beretikad baik untuk melaksanakan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan oleh karena TERGUGAT telah mengabaikan anjuran mediator tersebut, maka selanjutnya PENGGUGAT akan mencari keadilan melalui Pengadilan Hubungan Industrial, sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI);


8. Bahwa oleh karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan TERGUGAT terhadap PENGGUGAT belum memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut batal demi hukum, sebagaimana ketentuan Pasal 151 ayat (3) Jo. Pasal 155 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan TERGUGAT terhadap PENGGUGAT dikategorikan sepihak.


9. Bahwa selanjutnya sesuai ketentuan Pasal 151 ayat (3) Jo. Pasal 155 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang pada dasarnya telah menyarakan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) perkara a quo adalah batal demi hukum, sehingga PENGGUGAT berhak memperoleh pembayaran upah selama 6 (enam) bulan terhitung sejak adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut, sebagaimana ketentuan Pasal 155 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;


10. Bahwa bersasarkan Pasal 96 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Pengadilan Hubungan Industrial (PPHI) maka PENGGUGAT mohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk berkenan memberikan putusan provisi berupa perintah kepada TERGUGAT untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima PENGGUGAT sebagai pekerja/buruh selama proses penyelesaian secara tunai upah PENGGUGAT yang belum dibayarkan TERGUGAT selama 6 (enam) bulan terhitung sejak adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) perkara a quo;


11. Bahwa untuk menjamin terpenuhinya segala tuntutan PENGGUGAT, maka PENGGUGAT mohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya berkenan meletakan sita jaminan terhadap seluruh harta benda milik TERGUGAT baik barang bergerak maupun tidak bergerak berupa tanah dan bangunan dan kesemuanya atas asset TERGUGAT berada di Jalan Achmad Yani Blok H No.40, Sidokumpul,Kabupaten Sidoarjo,Propinsi Jawa Timur ;


12. Bahwa selain itu untuk menjamin dilaksanakan putusan ini nantinya oleh TERGUGAT, maka PENGGUGAT mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk menghukum TERGUGAT membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan pelaksanaan putusan ini sejak diucapkan;


13. Bahwa oleh karena gugatan ini didasarkan pada bukti-bukti otentik dan mempunyai kekuatan hukum, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka PENGGUGAT mohon kepada pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan putusan serta merta, agar putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun diadakan upaya hukum (uit voerbar bij vooraad) kasasi;


Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka PENGGUGAT mohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya berkenan memberikan putusan dengan amar sebagai berikut:


Provinsi :


Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT mengenai upah yang belum dibayar oleh TERGUGAT selama 6 bulan sejak adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) perkara a quo;


Dalam Poko Perkara


1. Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya;


2. Menyatakan anjuran tertulis Dinas Tenaga Kerja Kota Sidoarjo Nomor No. 567/   /438.5.7/2023 tanggal 17 Februari 2023 tidak beralasan hukum dan dinyatakan tidak dapat diterima;


3. Menyatakan PENGGUGAT berhak memperoleh pembayaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo: Undang-undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja  jo Peraturan Pemerintah No.35 tahun 2021 tentang PKWT,Alih Daya,Waktu Kerja,Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja. dengan perincian hitungannya sebagai berikut:


a. Uang Pesangon:  2 x 9 Rp  11.353.160,-= Rp 204.356.880,


b. Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 x Rp  11.353.160,-= Rp  56.765.800,- + Rp. 261.122.680,- (Dua ratus enam puluh satu juta seratus dua puluh dua ribu enam ratus delapan puluh rupiah)


c. Uang Penggantian Hak sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat(4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


4. Menyatakan PENGGUGAT memperoleh pembayaran upah selama 6 bulan terhitung sejak bulan Desember 2022 yang disebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) TERGUGAT terhadap PENGGUGAT adalah batal demi hukum, dikarenakan belum memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sebagaiaman ketentuan Pasal 151 ayat (3) Jo. Pasal 155 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;


5. Memerintahkan TERGUGAT untuk membayarkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengantian hak kepada PENGGUGAT, sebagaimana ketentuan Pasal 156 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo: Undang-undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja  jo Peraturan Pemerintah No.35 tahun 2021 tentang PKWT,Alih Daya,Waktu Kerja,Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja. dengan perincian hitungannya sebagai berikut:


a. Uang Pesangon: 2 x 9 Rp  11.353.160,- = Rp 204.356.880,


b. Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 x Rp 11.353.160,-= Rp  56.765.800,- + Rp. 261.122.680,- (Dua ratus enam puluh satu juta seratus dua puluh dua ribu enam ratus delapan puluh rupiah)


c. Uang Penggantian Hak sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat(4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


6. Memerintahkan TERGUGAT untuk membayar upah PENGGUGAT selama 6 bulan terhitung sejak  Desember 2022 yang disebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) TERGUGAT terhadap PENGGUGAT adalah batal demi hukum, dikarenakan belum memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sebagaiaman ketentuan Pasal 151 ayat (3) Jo. Pasal 155 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;


7. Menghukum TERGUGAT untuk membayarkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak kepada PENGGUGAT, sebagaimana ketentuan Pasal 156 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo: Undang-undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja  jo Peraturan Pemerintah No.35 tahun 2021 tentang PKWT,Alih Daya,Waktu Kerja,Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja. dengan perincian hitungannya sebagai berikut:


a. Uang Pesangon: 2 x 9 Rp  11.353.160,- = Rp 204.356.880,


b. Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 x Rp 11.353.160,-= Rp  56.765.800,- + Rp. 261.122.680,- (Dua ratus enam puluh satu juta seratus dua puluh dua ribu enam ratus delapan puluh rupiah)


c. Uang Penggantian Hak sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat(4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


8. Mengukum TERGUGAT untuk membayar upah selama 6 bulan terhitung sejak bulan Desember 2022 yang disebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) TERGUGAT terhadap PENGGUGAT adalah batal demi hukum, dikarenakan belum memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sebagaiaman ketentuan Pasal 151 ayat (3) Jo. Pasal 155 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;


9. Menyatakan meletakan sita jaminan terhadap harta benda TERGUGAT baik bergerak maupun tidak bergerak sebagaimana uraian di atas pada posita angka (13)


10. Menyatakan putusan serta merta dalam perkara a quo agar putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun diadakan upaya hukum (uit voerbar bij vooraad) kasasi;


11. Memerintahkan TERGUGAT untuk patuh terhadap isi putusan ini.@_Oirul

70 tampilan
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page