top of page

DP Dapat Tudingan Buruk, Diduga Lempar Batu Sembunyi Tangan

Gambar penulis: RR

“ Komnas Ham dan PPWI Meminta Pihak Terkait Harus Tanggung Jawab, Agar di Usut Tuntas "

Surabaya Koordinatberita.com- Terkait tewasnya wartawan online M. Yusuf di Lapas Kotabaru, Kalimantan Selatan. Dan sepertinya Dewan Pers (DP) Indonesia dapat tudingan buruk dan berbagai respon. Sebab, DP yang memiliki tanggung jawab besar terhadap Insyan Pers. Namun DP Indonesia tidak bisa sebagai pengayom bahkan terkesan melempar batu sembunyi tangan.

Foto: wartawan online M. Yusuf di Lapas Kotabaru, Kalimantan Selatan, yang meninggalnya dunia

Sementara, saat Koordinatberita.com konfirmasi melalu pesan kepada, pihak Dewan Pers yakni Hendry CH sebagai Wakil Ketua Komisi Pengaduan & Penegak Etika Pers, memberi tanggapan,” Silakan baca saja rilis Dewan Pers. Soal tanggapan pihak lain, itu hak mereka,” terangnya.

Kemudian lebih jahu, pertanyaan Koordinarberita.com, kepadannya. Soal statemen Wakapolri,” tentu itu harus diikuti bahwasanya yang menahan tersangka,” terang Hendry,

Masih terangnya,” Dewan Pers, menilai karya jurnalistik sesuai kode etik, apabila melanggar kode etik, itulah adanya. Dari 21 berita diketahui semua melanggar kode etik yakni mengandung opini menghakimi, tidak uji informasi, tidak berimbang. Karena beritanya terus menerus dan semuanya melanggar kode etik, maka dinilai ada itikat buruk. Tidak seperti karya jurnalistik yg seharusnya. Dan seterunya-dan seterusnya. Silakan buka link berita yang ada di press release, nilai sendiri beritnya,” terangnya Hendry dengan sedikit memerinta.

Terangnya lagi Hendry,” Kalau Kapolres bilang ada rekomendasi, berarti itu dia tafisrkan. Dari DP yg ada adalah penilaian karya jurnalistik,” Hendry CH sebagai Wakil Ketua Komisi Pengaduan & Penegak Etika Pers.

Foto Whatsapp: Hendry CH sebagai Wakil Ketua Komisi Pengaduan & Penegak Etika Pers.

Kendati, koordinatberita.com bertanyak lebih jahu, kepada DP,” Media tersebut tidak mengadukan pada awal adanya panggilan polisi kepada mereka. Kasusnya sudah terlanjur masuk ke polisi sehingga DP hanya dapat memberikan keterangan di BAP. DP tidak bisa lagi memanggil karena pengadu langsung ke polisi, tidak dapat lagi diubah menjadi kasus pers sebagaimana diharapkan UU Pers,” punkasnya.

Sementara, terkait hal diatas pasca wartawan online M. Yusuf di Lapas Kotabaru, Kalimantan Selatan, yang meninggalnya dunia itu mendapat tanggapan dan respon bermunculan. Tak terkecuali Wakapolri Syafruddin dan pihak Komnas HAM yang ikut memberikan pernyataan yang cukup keras atas kejadian memilukan tersebut.

“Wartawan tidak boleh langsung dipidana!” Demikian pernyataan singkat Komjenpol Syafruddin kepada para awak media yang meminta komentarnya, Senin, 11 Juni 2018.

Foto; Wakapolri Syafruddin

Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), bahkan dengan tegas meminta Lapas dan Kejari di Kotabaru memberikan penjelasan resmi dan bertanggungjawab atas kematian wartawan M. Yusuf, mulai dari proses awal kasus terhadap yang bersangkutan yang dianggap Komnas HAM penuh kejanggalan,” nama panggilan Hairansyah, menyesalkan tewasnya M. Yusuf, yang dipidana lantaran menjalankan profesinya sebagai wartawan.

“Pihak Kejari Kotabaru dan Lapas Kotabaru harus menjelaskan secara resmi dengan benar serta bertanggung jawab,” kata Hairansyah di Jakarta, Senin (11/6/2018).

Kasus tewasnya M. Yusuf dalam Lapas Kotabaru ini, kata Anca, berawal dari hal yang janggal. “Yang bersangkutan menuliskan berita menyangkut perusahaan sawit PT. Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM).

Oleh perusahaan dilaporkan ke polisi. Dengan sigap polisi menangkap Yusuf dan menjeratnya dengan UU ITE,” papar Hairansyah heran.

Sebaliknya, lembaga yang menyandang nama “pers”, Dewan Pers justru memberikan respon yang bertolak belakang dengan institusi Polri dan Komnas HAM.

Dalam siaran persnya di hari yang sama, Senin kemarin, lembaga yang diharapkan menjadi pelindung, pengayom, bahkan pembela pekerja pers tersebut, terkesan mengelak berbagai tudingan kelalaiannya yang telah memberikan rekomendasi agar M. Yusuf diproses hukum diluar UU Pers.

Wilson Lalengke, Ketua Umum PPWI Nasional yang turut menerima kiriman pernyataan pers dari Dewan Pers ini merespon keras dengan menyatakan bahwa tindakan cuci tangan lembaga itu mencerminkan sifat pecundang.

“Itu sifat para pecundang, tidak bertanggungjawab. Percuma lembaga itu dibiayai negara, uangnya dari rakyat, tapi tanggung jawab terhadap rakyat pers nol besar,” ujar alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Lebih lanjut, Wilson mengatakan bahwa jika di Jepang, pimpinan lembaga yang gagal menjalankan tugas dan fungsinya, apalagi hingga ada korban rakyat meninggal, mereka mengundurkan diri segera. “Kalau di Jepang, bukan hanya mundur itu pengurus Dewan Pers-nya.

Mereka bunuh diri karena tidak sanggup menanggung malu. Di kita, masih jauhlah. Mental pecundang karatan, sulit diharapkan bisa tanggung jawab,” pungkas alumni Program Persahabatan Indonesia Jepang Abad-21 yang disponsori oleh JICA tahun 2000 itu.@_Oirul


Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page