top of page

Lombok TV Ajukan Uji Materi Terhadap PP 46/2021 ke Mahkamah Agung

"Tabrak UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, UU Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat"

Dalam permohonan tersebut, kuasa hukum Lombok Nuansa Televisi, Gede Aditya Pratama, mengatakan bahwa PP tersebut bertentangan dengan sejumlah Undang-Undang (UU). Antara lain UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Dalam permohonan tersebut, kuasa hukum Lombok Nuansa Televisi, Gede Aditya Pratama, mengatakan bahwa PP tersebut bertentangan dengan sejumlah Undang-Undang (UU). Antara lain UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

KOORDINATBERITA.COM| Jakarta- PT Lombok Nuansa Televisi pada Kamis (28/4) telah mengajukan permohonan uji materi terhadap peraturan pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran terhadap Mahkamah Agung (MA).


Dalam permohonan tersebut, kuasa hukum Lombok Nuansa Televisi, Gede Aditya Pratama, mengatakan bahwa PP tersebut bertentangan dengan sejumlah Undang-Undang (UU). Antara lain UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.


Beleid itu juga bertentangan dengan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana telah diubah melalui UU nomor 15 tahun 2019 tentang perubahan atas UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.


Menurutnya, PP No.46/2021 telah mengatur sebuah kewajiban baru yang sama sekali tidak diatur di UU Penyiaran dan UU Cipta Kerja yaitu soal kewajiban bagi lembaga penyiaran swasta (LPS) yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing untuk menyewa slot multipleksing kepada LPS yang ditetapkan sebagai multipleksing.


"UU Penyiaran dan UU Cipta Kerja hanya mengatur soal migrasi teknologi penyiaran, analog switch off (ASO) dan perizinan berusaha dari pemerintah pusat," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (28/4).


Ia melanjutkan, karena adanya pertentangan dari PP No.46/2021 tersebut, kliennya Lombok Nuansa Televisi (Lombok TV) sangat dirugikan karena izin stasiun radio (ISR) dan izin prinsip penyiaran (IPP) dari Lombok TV menjadi tak berarti dimana Lombok TV menjadi harus menyewa slot multipleksing untuk menyelenggarakan layanan program siaran.


Menurut Aditya, beleid tersebut telah menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang berupa penguasaan spektrum frekuensi radio yang seharusnya dikuasai oleh negara menajdi dikuasai segelintir LPS multipleksing. Artinya, PP tersebut telah menciptakan iklim usaha industri penyiaran menjadi tidak kondusif dan diskriminatif terhadap para penyelenggara televisi lokal.


Kemudian PP No.46/2021 juga telah mengalihkan peran negara dalam penyiaran publik dengan mengalihkan penyediaan alat bantu penerima siaran (set top box) bagi rumah tangga miskin kepada pihak swasta yaitu LPS Multipleksinig.


Karena pertimbangan itu, Aditya berkeyakinan Majelis Hakim Agung di MA akan dapat mewujudkan keadilan demi terciptanya iklim usaha industri penyiaran yang kondusif dan sehat bagi semua pihak dengan mengabulkan permohonan uji materiil tersebut.@_**

36 tampilan
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page