top of page

Pemerintah Tambah Anggaran Corona Rp 62 T, KPK Ancam Hukum Mati Jika Dikorupsi


Koordinatberita.com|NASIONAL~ Pemerintah terus memprioritaskan penangkalan wabah virus corona. Untuk itu, pemerintah memberikan alokasi anggaran khusus untuk penanganan untuk virus asal China ini.


Alokasi anggaran tersebut nantinya akan dibantu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga independen ini akan berfungsi mengawasi aliran dana untuk penanggulangan virus corona hingga memberikan hukuman mati bagi koruptor.

Sri Mulyani Tambah Lagi Anggaran Penanganan Corona Jadi Rp 62,3 Triliun. Berikut penjelasan Sri Mulyani menambah anggaran atasi corona hingga KPK ancam hukuman mati jika dana tersebut dikorupsi, yang dilangsir dari Kumparan.


Pemerintah kini memfokuskan APBN 2020 untuk penanganan COVID-19. Bahkan sejumlah belanja pemerintah dialihkan atau direalokasi untuk percepatan penanganan virus corona yang telah mewabah secara global tersebut.


Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, sebanyak Rp 62,3 triliun belanja kementerian dan lembaga akan direalokasikan untuk penanganan COVID-19. Angka ini lebih besar dari yang disampaikannya pada Rabu (18/3) sebesar Rp 5-10 triliun.


“Untuk melaksanakan berbagai macam permintaan yang sesuai dengan urgensi di kesehatan, kami sampai hari ini sudah identifikasi Rp 62,3 triliun dari belanja K/L yang akan bisa direalokasikan untuk bisa diprioritaskan sesuai arahan presiden,” ujar Sri Mulyani dalam video conference, Jumat (20/3).


Dia melanjutkan, dana tersebut diperoleh dari hasil penghematan sejumlah belanja di kementerian/lembaga. Termasuk belanja barang, seperti perjalanan dinas yang dipangkas hingga 50 persen, honor, hingga output cadangan.


Nantinya, dana itu akan digunakan untuk membiayai kegiatan prioritas. Mulai dari pengadaan alat kesehatan, penyediaan rumah sakit, hingga dunia usaha.


“Kami terus minta seperti PUPR dan kementerian yang anggaran belanja besar untuk spacing atau dalam hal ini memperpanjang pelaksanaan kegiatan, sehingga mungkin tidak di-drop sama sekali tapi multiyears sehingga beban tidak semua di 2020,” kata Sri Mulyani.


Dana realokasi Rp 62,3 triliun hanya berasal dari pos belanja pemerintah pusat, belum termasuk dari penghematan di pos transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) maupun dalam APBD 2020.


Namun menurut Sri Mulyani, penghematan dari TKDD bisa mencapai Rp 56-59 triliun. Angka ini juga lebih besar dari perkiraan awal Sri Mulyani sebesar Rp 17,17 triliun.


“Untuk belanja daerah transfer keuangan dana desa, Kemendagri sampaikan dalam sidang kabinet, kita identifikasi Rp 56-59 triliun yang bisa dipakai atau lakukan penghematan untuk reprioritas penanganan COVID-19,” tambahnya.


KPK Awasi Anggaran Penanggulangan Corona, Ada Hukuman Mati Bila Dikorupsi

KPK mulai bergerak mengawasi sektor anggaran penanggulangan bencana nonalam, COVID-19. Pengawasan ini dilakukan untuk memastikan agar dana tersebut tak dikorupsi.


Ketua KPK Komjen Firli Bahuri mengatakan, sebagaimana tugas pokok, pihaknya akan melakukan monitoring atas pelaksanaan program pemerintah baik pusat maupun daerah. Tujuannya agar dana yang disalurkan tepat sasaran, tepat guna, efektif, dan bebas dari penyelewengan.


"Jangan sampai anggaran bencana dikorupsi oknum yang tidak punya empati. Kami berharap itu tidak terjadi. Masak sih, kondisi rakyat lagi susah terus ada oknum yang korupsi," kata Firli saat dihubungi, Rabu (18/3).


Firli juga mengingatkan, adanya ancaman hukuman mati bagi siapa saja yang menyelewengkan dana bantuan bencana. Ancaman pidana mati, kata dia, diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-undang 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).


"Masalah wabah virus corona adalah bencana non-alam dan pemerintah telah mengambil langkah langkah penanganan termasuk mengalokasikan anggaran. Kita memberi dukungan seluruh langkah yang diambil karena penyelamatan kehidupan itu menjadi prioritas," kata dia.


Ayat 1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


Ayat 2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.


Dalam penjelasan Ayat 2, diterangkan “keadaan tertentu” maksudnya adalah pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi jika dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya, sesuai undang-undang yang berlaku.


Misalnya saat terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.


Masih dilangsir dari Kumparan sempat berbincang dengan ahli hukum pidana Universitas Indonesia yang juga mantan komisioner KPK Indriyanto Seno Adji tentang hukuman mati ini.


Ia mengatakan, hukuman berat hingga hukuman mati memang diberlakukan untuk pidana penyalahgunaan dana-dana yang berkaitan dengan penanggulangan krisis ekonomi moneter dan sosial yang berdampak luas.


Ia menjelaskan biasanya hukuman ini diterapkan terhadap kasus bencana alam nasional, kerusuhan sosial yang meluas, dan lain sebagainya.


"Kerusuhan sosial yang meluas, bahkan pengulangan tipikor yang bersifat recidive. Jadi wajar saja pemberatan pidana walaupun memang perlu juga pertimbangan adanya (berdasarkan) case," kata Indriyanto, beberapa waktu lalu.


BNPB telah menetapkan pandemi virus corona sebagai bencana non alam. BNPB pun memperpanjang status keadaan tertentu darurat bencana virus corona hingga 29 Mei 2020. Status keadaan darurat tertentu ini telah ditetapkan BNPB sejak 29 Februari.

@_Koordinatberita.com/Sumber: Kumparan

14 tampilan
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page