top of page

APBN Diprediksi Lumpuh dan Jokowi Potensi Wariskan Utang Lebih dari Rp 10 Ribu T


Ekonom Didik J Rachbini setuju dengan langkah BPK yang mengingatkan pemerintah mengenai peningkatan utang selama masa pandemi Covid-19. ( Ilustrasi )
Ekonom Didik J Rachbini setuju dengan langkah BPK yang mengingatkan pemerintah mengenai peningkatan utang selama masa pandemi Covid-19. ( Ilustrasi )

Koordibatberita.com| JAKARTA- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) di kedepanya diprediksi lumpuh. Pasalnya, APBN sebesar Rp 6.527 triliun. Namun, juga utang Badan Usaha Milik Negara sebesar Rp 2.143 triliun. Dan tak heran bila pemerintah terlebi Joko Widodo berpotensi besar akan mewariskan utang lebih dari Rp 10 ribu treliun kepada anak negeri bangsa ini.


Hal ini, seperti apa yang disampaikan oleh ekonom senior sekaligus Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini setuju dengan langkah Badan Pemeriksa Keuangan yang mengingatkan pemerintah mengenai peningkatan utang selama masa pandemi Covid-19.


Bahkan, Didik mengatakan utang yang menjadi tanggungan pemerintah bukan hanya utang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN sebesar Rp 6.527 triliun. Namun, juga utang Badan Usaha Milik Negara sebesar Rp 2.143 triliun.


"Utang BUMN keuangan sebesar Rp 1053,18 triliun dan BUMN non-keuangan sebesar Rp 1089,96 triliun. Jadi, total utang pemerintah pada masa Jokowi sekarang sebesar Rp 8.670 triliun," kata Didik dalam keterangan tertulis, Rabu, 24 Juni 2021.


Tak hanya itu, ia juga menyoroti BUMN yang diminta dan dibebani tugas untuk pembangunan infrastruktur. Pasalnya, kalau gagal bayar atau bangkrut, maka bebannya harus ditanggung APBN sehingga menjadi bagian dari utang pemerintah. "Warisan utang Presiden Jokowi kepada presiden berikutnya bisa lebih Rp 10 ribu triliun."


Didik pun menyebut ada konsekuensi yang perlu akan ditanggung apabila utang ini dibiarkan. "APBN akan lumpuh terkena beban utang ini dengan pembayaran bunga dan utang pokok yang sangat besar. APBN bisa menjadi pemicu krisis ekonomi," ujar dia.


Kalau 20 tahun lalu krisis 1998 dipicu oleh nilai tukar, kata Didik, maka sekarang krisis bisa dipicu oleh APBN yang berat digabung dengan krisis pandemi lantaran penanangan yang dinilai salah kaprah sejak awal. "Jadi, gabungan dari kedua faktor itu potensial memicu krisis."


Jika dalam jangka pendek ini peningkatan kasus tidak bisa ditekan dan Amerika jadi menaikkan suku bunganya, Didik memperkirakan posisi ekonomi Indonesia akan sangat sulit. Musababnya, suku bunga utang akan terdorong naik, mesti bersaing dengan obligasi AS.


"Sementara pajak kita masih rendah dan pembiayaan dari obligasi. Kalau tidak bisa bayar dalam jangka pendek kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia merosot. Jika masih dipercaya bisa mungkin masih bisa profiling utang, minta penangguhan utang, tetapi itu berarti bunganya akan menumpuk," tutur dia.@_**

19 tampilan

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts