top of page

Aremania Chant 'Kiamatmu di Malang', Itu Kesaksian Polisi Kanjuruhan Ungkapnya di Sidang

Aremanita Alisa Tisa saat menjadi saksi meringankan di persidangan tiga polisi Terdakwa Tragedi Kanjuruhan, di Pengadilan Negeri, Surabaya. (Ist)
Aremanita Alisa Tisa saat menjadi saksi meringankan di persidangan tiga polisi Terdakwa Tragedi Kanjuruhan, di Pengadilan Negeri, Surabaya. (Ist)

KOORDINATBERITA.COM| Surabaya -- Sejumlah polisi kembali dihadirkan jadi saksi dalam lanjutan sidang Tragedi Kanjuruhan Malang yang digelar di PN Surabaya, Jawa Timur, Kamis (9/2).


Dalam kesaksiannya mereka mengaku mengalami kekerasan dari suporter atau Aremania di Stadion Kanjuruhan Malang.


Ada pula, kata mereka, suporter yang menyanyikan chant dan membentangkan spanduk yang diklaim mereka bernada provokasi di stadion tersebut pada lanjutan laga BRI Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022.


Para saksi itu dihadirkan untuk memberikan kesaksian dalam perkara tiga polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan, yakni Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.


Salah satu saksi yakni Bripka Endro Suprapto, anggota Polres Malang yang berjaga di Tribune 9 Stadion Kanjuruhan kala itu.


"Posisi saya bertiga dengan rekan berada di tribune 9, berjaga di atas bertujuan untuk memantau situasi," kata Endro di sidang.


Endro berjaga selama pertandingan berlangsung. Menjelang menit-menit akhir laga, kata dia, suporter mulai melontarkan ucapan dan cacian bernada provokasi. Hal itu terjadi sebelum gas air mata ditembakkan.


Ucapan dan cacian itu bukan hanya ditujukan ke tim tamu, Persebaya, tapi juga kepada aparat kepolisian yang berjaga, termasuk dia rekannya. Ia kemudian mulai mendapatkan serangan kekerasan.


"Saya dapat perlawanan atau penyerangan dari oknum suporter Arema, itu menjelang menit akhir, kurang lebih menit 80, saya mendapatkan penyerangan, diawali gejolak ucapan, cacian," ucapnya.


Seingatnya, ucapan dan nyanyian bernada provokasi itu mulai disorakkan para suporter di Tribune 9, dan tribune sekitarnya tiap Persebaya unggul dalam perolehan skor.


"Mulai perubahan skor Persebaya, cacian, nyanyian yang [bernada] provokasi," katanya.


Endro juga sempat berusaha menenangkan suporter dan mengimbau agar tidak meneriakkan chant provokasi. Namun balasannya, yang ia dapatkan malah kekerasan.


"Dari situ kami mengimbau suporter untuk tenangkan diri, untuk tak teriak provokasi. Tapi, semakin menit berjalan, kami mendapat tendangan dari salah satu suporter," ucapnya.


"Saat itu yang saya rasakan seluruh badan kena hantaman, tendangan, pukulan, yang parah bagian lutut kiri," tambahnya.


Senada, anggota Polres Trenggalek yang mendapat tugas perbantuan atau BKO untuk berjaga di Tribune Stadion Kanjuruhan, Gesa Aditya Karya juga mengatakan hal serupa. Bahkan karena kekerasan dari suporter ia menderita cedera kaki kanan.


"Banyak yang sudah pukuli kami, tendangi, dan [pukuli] dengan kayu itu. Saya cedera kami kanan bawah, saya periksa di RST (Rumah Sakit Trenggalek)," ujar Gesa.


Sementara itu, seorang anggota Polres Trenggalek lainnya yang juga diperbantukan melakukan pengamanan di Kanjuruhan, Akmal Khan Muhammad mengatakan, suporter di tribune juga meneriakkan chant dan mengibarkan spanduk provokatif.


"Pertandingan mulai masih kondusif, jelang akhir kurang kondusif ada cacian suporter 'mati mu akan disini', 'kamu enggak akan pulang', suporter juga [bentangkan spanduk] cacian 'kiamat mu disini [Malang]," kata Akmal.


Akmal juga mengaku sempat mengalami kekerasan dari suporter. Dia mengaku ditendang di leher dan kepala. Ia pun sempat dilarikan ke RS Wava Husada untuk mendapatkan parawatan.


"Saya dibawa ke Wava bersama korban Aremania lain, saya duduk di depan Wava. Lima menit [kemudian] dikabari perawat, katanya ada Aremania yang sweeping polisi, saya diberi hazmat untuk menghindari sweeping," akunya.


Kesaksian Aremanita


Tindakan kekerasan atau penyerangan yang diduga dilakukan suporter ini juga dibenarkan seorang saksi Aremanita atau pendukung perempuan Arema bernama Alisa Tisa.


Pada malam pertandingan itu, Alisa mengaku menonton melalui Tribune VIP Stadion Kanjuruhan. Menurutnya kondisi sudah mulai tidak kondusif jelang babak kedua berakhir, dan semakin parah saat peluit panjang dibunyikan.


"Ada yang olok-olok, melempari ke lapangan, dari suporter, provokatif, air ditali plastik diarahkan ke lapangan," kata Alisa.


Dia juga mendengar suporter Aremania meneriakkan chant cacian yang bernada provokatif ke tim Persebaya. Dia mengaku akhirnya merasa tak nyaman dan pergi dari Tribune VIP lalu menemui petugas medis di ambulans di pintu darurat.


"'Bonek jancok', ada kata provokator, ada yel-yel, 'gak isok moleh (enggak bisa pulang)'. Ada flare itu semakin banyak, itu ada petugas melindungi pemain, massa turun," tuturnya.


Tak seperti saksi Aremania atau Aremania lainnya, Alisa memberikan kesaksiannya dalam sidang dengan menggunakan hoodie yang tetutup dan wajah yang bermasker.@_Oirul

7 tampilan
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page