top of page

ICJR Minta Narasi Hukuman Mati untuk Koruptor Dihentikan

"Ketua KPK Pernah Ancam Hukum Mati Pelaku Korupsi Anggaran Covid-19"

Koordinatberita.com| JAKARTA~  Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menentang wacana hukuman mati sebagai pemberantasan korupsi di Indonesia. Mereka menegaskan penggunaan pidana mati tidak pernah menjadi solusi akar masalah korupsi.


"ICJR sangat menentang keras wacana KPK ataupun aktor pemerintah lainnya untuk menjatuhkan hukuman mati sebagai solusi pemberantasan korupsi, terlebih pada masa pandemi ini," ujar Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus AT Napitupulu, dalam keterangan tertulis, Senin, 7 Desember 2020.

Erasmus mengatakan pemerintah lebih baik fokus pada visi pemberantasan korupsi dengan memperbaiki sistem pengawasan pada kerja-kerja pemerintahan. Khususnya dalam penyaluran dana bansos dan kebijakan penanganan pandemi lainnya.


Wacana hukuman mati bagi koruptor mencuat setelah Menteri Sosial Juliari Batubara ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) pada 6 Desember 2020. Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya sempat meminta penjatuhan bahkan eksekusi hukuman mati terhadap pelaku kasus-kasus korupsi dalam masa pandemi.


Erasmus mengatakan ICJR dalam laporan kebijakan hukuman mati 2020 “Mencabut Nyawa di Masa Pandemi” yang dikeluarkan pada Oktober 2020 telah memprediksi bahwa wacana pidana mati di tengah pandemi ini akan digunakan untuk, seolah-olah sebagai solusi atas permasalahan korupsi di pemerintahan.


"Dalam laporan tersebut ICJR telah menekankan bagaimana penjatuhan hukuman mati sama sekali tidak mempunyai dampak positif terhadap pemberantasan korupsi di suatu negara," kata Erasmus.


Ia mengatakan hal ini terbukti berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2019, negara-negara yang menduduki peringkat puncak atas keberhasilannya menekan angka korupsi nyatanya tidak sama sekali memberilakukan pidana mati sebagai pemidanaan bagi tindak pidana korupsi. Contohnya Denmark, Selandia Baru, dan Finlandia.


"Ketua KPK Pernah Ancam Hukum Mati Pelaku Korupsi Anggaran Covid-19"

Ketua KPK Firli Bahuri pernah mengancam menindak tegas pelaku korupsi anggaran penanganan bencana Covid-19 dengan tuntutan hukuman mati.
Ketua KPK Firli Bahuri pernah mengancam menindak tegas pelaku korupsi anggaran penanganan bencana Covid-19 dengan tuntutan hukuman mati.

Dilansir Tempo.co, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara dalam kasus dugaan korupsi bansos Covid-19. Menteri dari PDIP ini diduga menerima Rp 17 miliar dari bancakan bantuan sosial tersebut.


Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri pernah mengancam menindak tegas pelaku korupsi anggaran penanganan bencana Covid-19 dengan tuntutan hukuman mati.


"Keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi, maka yang korupsi dalam suasana bencana, tidak ada pilihan lain dalam menegakkan hukum yaitu tuntutannya pidana mati," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR RI, Rabu, 29 April 2020.

Firli mengatakan ada empat celah korupsi yang perlu diwaspadai dalam penanganan Covid-19. Celah itu saat pengadaan barang dan jasa, sumbangan dari pihak ketiga, realokasi anggaran, dan saat pendistribusian bantuan sosial.


Di antara celah itu, kata dia, program jaring sosial dan pengadaan barang/jasa paling berisiko penyimpangan. "Karena itu kami membentuk satgas Covid-19," kata Firli.

Ia mencontohkan, bisa saja ternyata sumbangannya fiktif. Celah lainnya adalah dengan mengurangi kualitas atau kuantitas bantuan. Pengadaan barang/jasa dan bantuan sosial menjadi paling rawan terjadi penyimpangan karena juga dipengaruhi oleh momen Pilkada serentak 2020.


Dalam konferensi pers penetapan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka pada Ahad, 6 Desember 2020 dini hari, Firli mengatakan KPK pun sudah beberapa kali mengingatkan Kementerian Sosial.


Surat pertama mengingatkan soal penggunaan anggaran pengadaan barang atau jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 yang dikeluarkan 2 April 2020. Sementara surat kedua tertanggal 21 April 2020 ihwal penggunaan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dan data non-DTKS dalam pemberian bansos ke masyarakat.


Tak hanya itu, komisi antirasuah juga membuat aplikasi JAGA Bansos, sehingga masyarakat dapat mengikuti tata kelola penyaluran bantuan. Bahkan, Firli mengatakan Deputi Bidang Pencegahan KPK memberikan pendampingan kepada kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah demi mencegah korupsi.

"Hal ini dimaksudkan supaya tata kelola keuangan dan angaran dilaksanakan transparan dan akuntabel," kata Firli Bahuri.

@_**


6 tampilan
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page