top of page

Oknum Hakim PN Surabaya atas Putusan Perkara, Diduga Langgar KEPPH Tidak Profesional


Hakim Dewi Iswani SH. MH menyidangka dalam perkara gugatan sederhana nomor perkara: 28/Pdt.G.S/2021/PN Sby,disebutkan dalam perkara tersebut Alvianto Wijaya, SH (30) warga simpang DPSX surabaya sebagai PENGGUGAT. Dan Kenny Harsojo ( 25 ) warga Sukomanunggal jaya Surabaya sebagai tergugat yang diduga melakukan Wanprestasi, tidak beriktikat baik atau tak menghargai hukum. (Foto: Ilustrasi)
Hakim Dewi Iswani SH. MH menyidangka dalam perkara gugatan sederhana nomor perkara: 28/Pdt.G.S/2021/PN Sby,disebutkan dalam perkara tersebut Alvianto Wijaya, SH (30) warga simpang DPSX surabaya sebagai PENGGUGAT. Dan Kenny Harsojo ( 25 ) warga Sukomanunggal jaya Surabaya sebagai tergugat yang diduga melakukan Wanprestasi, tidak beriktikat baik atau tak menghargai hukum. (Foto: Ilustrasi)

Koordinatberita.com| SURABAYA- Oknum Hakim Pengadilan Negeri (PN ) Surabaya diduga dalam memberikan putusan perkara di persidangan tidak profesiona bahkan juga bisa dikatakan melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ( KEPPH).


Pasalnya, Hakim Dewi Iswani SH. MH menyidangka dalam perkara gugatan sederhana nomor perkara: 28/Pdt.G.S/2021/PN Sby,disebutkan dalam perkara tersebut Alvianto Wijaya, SH (30) warga simpang DPSX surabaya sebagai PENGGUGAT. Dan Kenny Harsojo ( 25 ) warga Sukomanunggal jaya Surabaya sebagai tergugat yang diduga melakukan Wanprestasi, tidak beriktikat baik atau tak menghargai hukum.


Singkatnya Senen 14 Juni 2021 Alvianto Wijaya memenuhi panggilan relase sidang pertama ( perdana ) dipengadilan negeri Surabaya ,namun pada hari itu juga tergugat atas nama Kenny Harsojo tanpa alasan yang jelas tidak hadir dipersidangan.


Lantaran tergugat tidak hadir dipersidangan maka sidang belum bisa dimulai hakim tunggal Dewi Iswani mengatan sidang ditunda Senen depan tanggal 21 Juni 2021.


Ironisnya sidang pertama juga belum dimulai sebagai mana ketentuan sidang harus sudah selesai dalam waktu 25 hari,esok harinya Selasa 15 Juni sekira pkl 10.17 wib Alvianto Wijaya sebagai penggugat menerima relaas panggilan sidang/relaas pemberitahuan putusan yang dikirim dari pengadilan negeri Surabaya dengan data sebagai berikut: Nomer perkara 28/Pdt.G.S/2021 /PN SBY pengadilan negeri Surabaya menetapkan:

1. Menyatakan gugatan penggugat gugur

2. Membebankan biaya perkara kepada penggugat yang hingga saat ini diperhitungkan sebesar Rp 365 ribu.


Panggilan sidang dapat dilihat pada e- Court makamah agung RI menu detail dalam perkara nomor 28/Pdt.G.S/2021/PN SBY.

Dengan adanya putusan tersebut jelas jelas Alvianto Wijaya sebagai penggugat keberatan dan sangat dirugikan.


Alvianto menyimpulkan, “hakim yang pemutus perkara ini tidak profesional asal main putus perkara tanpa melalui prosedur yang benar, lanjut Alvianto dalam waktu 7 hari dia akan melakukan upaya hukum keberatan,” ungkapnya kepada wartawan media ini (17/6).


Terpisah (17/6) diruang transit hakim PN surabaya konfirmasi kepada Martin Ginting selaku humas pengadilan negeri Surabaya terkait adanya putusan yang tidak sesuai dengan ketentuan,berikut pernyataanya dalam perkara perdata biasanya dipanggil para pihak dipersidangan.


“Kalau ada pihak yang tidak hadir sidang tidak bisa dilaksanakan, dan akan dipanggil kembali dalam sidang berikutnya,dan kalau dipanggil sampai tiga kali nggak hadir sidang dinyatakan putusan verstek,” kata Ginting.


Lanjut Ginting, “kalau para pihak hadir dipersidangan kewajiban hakim adalah untuk mendamaikan ( mediasi ), dan kalau tidak ada titik temu mediator menyatakan sidang dilanjutkan secara litigasi. Dalam prosedur hukum acara adalah suatu kewajiban setiap putusan harus adanya pembuktian, menghadirkan para saksi saksi tidak ada putusan tanpa pembuktian terlebih dahulu” imbaunya.


“ Dan kalau toh ada putusan diluar jadwal sidang yang sudah ditentukan itu hal yang sangat tidak mungkin, namun putusannya tidak bisa dicabut itu dinamakan pelanggaran hukum acara,dan pihak yang merasa dirugikan bisa melakukan upaya hukum keberatan ke pengadilan ini” pungkas, Ginting selaku humas PN Surabaya.


Pelanggaran diduga yang dilakukan hakim Dewi Iswani diduga sengaja menabrak Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ( KEPPH) adalah pedoman yang harus dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh Dewi istiani sebagai hakim baik didalam mupun diluar persidangan.


Sebagai profesi mulia hakim dalam menerima, memeriksa dan memutus perkara harus memberikan pertimbangan yang didasari kapasitas keilmuan yang baik dan mumpuni, harus berlaku imparsial yaitu tidak memihak terhadap salah satu pihak yang berperkara. Sebagai gerbang terahir bagi para pencari keadilan, hakim harus selalu meningkatkan kapasitas keilmuan dan memiliki integritas .


Sebagaimana ketentuan pasal 14 dan 15 peraturan makamah agung RI nomor :2 tahun 2015 tentang tata cara penyelesaian gugatan sederhana. Kiranya hakim Dewi Istiani telah melalaikan atau sudah melupakan dengan sumpah ketika pertama kali dilantik sebagai hakim,diduga dengan sengaja menabrak rambu rambu bersidang dan melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.


Kiranya atasan langsung atau ketua PN ( ANKUM ) agar memberikan teguran dan sangsi kepada bawahannya yang diduga telah mencoreng dan menyimpang dari kewenangan jabatan demi kredibel nama baik PN kelas satu Surabaya kususnya dan dan citra hakim diseluruh indonesia pada umumnya.@_**

44 tampilan
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page