KOORDINATBERITA.COM| Surabaya - Perkara penggelapan BBM yang dipasok untuk kapal-kapal PT Meratus Line, kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam persidangan tersebut, mengungkap indikasi keterlibatan lebih banyak lagi karyawan PT Bahana Line selaku vendor pemasok BBM.
Terdakwa Edial Nanang Setyawan yang dihadirkan sebagai saksi persidangan mengatakan bahwa pemindahan selang pengisian yang semula mengarah ke tanki kapal PT Meratus Line ke tangki tongkang PT Bahana Line dilakukan oleh petugas operational on board (OOB) dan kru tongkang PT Bahana Line.
Secara khusus, Edial menyebut peran OOB PT Bahana Line yang biasa disebut sebagai “juragan” dan bertugas melakukan pengawasan proses pengisian bahan bakar minyak (BBM).
Hal itu terungkap ketika jaksa Estik Dilla Rahmawati menanyakan bagaimana dan oleh siapa selang yang digunakan untuk menyalurkan BBM ke tangki kapal PT Meratus Line dipindah arahkan ke tangki kapal PT Bahana Line sendiri.
Menurut Edial, pemindahan selang dilakukan oleh Sukardi yang merupakan karyawan PT Bahana Line yang berperan sebagai operational on board (OOB) ketika pengisian BBM dari tongkang PT Bahana Line ke tangki kapal PT Meratus Line berlangsung.
“Yang saya tahu Pak Sukardi pindah-pindah selang. Saya fokus ke laptop,” ujar Edial, bunker officer PT Meratus Line, yang bertugas melakukan pengawasan pengisian BBM.
Namun kata Edial, selang yang mengarah ke tangki kapal PT Meratus Line masih tetap terpasang sehingga Estik kembali menanyakan berarti ada 2 selang.
“Lebih dari dua selang,” jawab Edial.
Edial juga membenarkan bahwa proses pemindahan selang keluar (out) yang diduga merupakan cara untuk melakukan penggelapan BBM dengan mengisikan kembali BBM ke tangki tongkang PT Bahana Line juga dibantu oleh kru tongkang PT Bahana Line.
Kesaksian Edial serupa dengan rekan kerjanya sesama bunker officer, yakni Anggoro Putro yang bersaksi setelahnya.
Proses mengarahkan selang keluar ke tangki tongkang PT Bahana Line secara aktif dilakukan oleh Sukardi.
Memindahkan arah pengisian dari tangki kapal PT Meratus Line ke tangki kapal PT Bahana Line, kata Estik dalam konstruksi dakwaannya, dilakukan setelah sekitar 80 persen dari BBM yang dipesan PT Meratus Line telah terisi ke tangki kapalnya.
Ketika pengisian menyentuh 80 persen, kata Estik, pemompaan BBM dihentikan untuk memberi waktu mengarahkan pengisian BBM memutar kembali ke tangki tongkang PT Bahana Line.
Kesaksian Edial dan Anggoro sejalan dengan kesaksian terdakwa lainnya, Edy Setyawan, pada persidangan sebelumnya, Jumat (10/2/2023).
Ditunjukkan bukti transfer ratusan juta rupiah yang dilakukan Edi ke rekening bank milik sejumlah OOB PT Bahana Line termasuk Muhamad Mujahidin, Edi menyebutnya sebagai “uang makan” atau uang tutup mulut.
Kata Edi, meski OOB tidak selalu membantu proses pemindahan selang menuju ke tangki tongkang PT Bahana Line setidaknya OOB tahu proses penggelapan yang terjadi.
Karena itu, Edi pun mengiyakan ketika Ketua Majelis Hakim Sutrisno menyebut “uang makan” untuk OOB dan kru tongkang PT Bahana Line sebagai “uang tutup mulut”.
Edi adalah sopir pikap yang bertugas membawa dan memasang mass flow meter (MFM) milik PT Meratus Line guna mengukur jumlah BBM yang diisikan oleh PT Bahana Line ke kapal PT Meratus Line.
Edi adalah saksi kunci perkara penggelapan BBM ini karena berperan sebagai penghubung antara kru kapal PT Meratus Line yang melakukan penggelapan dengan pihak PT Bahana Line. Melalui Edi, uang pembayaran solar hasil penggelapan yang diduga berasal dari PT Bahana Line diberikan untuk kemudian didistribusikan kepada terdakwa lainnya.
Isu mafia penggelapan BBM yang menyasar pasokan BBM oleh PT Bahana Line untuk kapal-kapal PT Meratus Line muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022 tentang dugaan penggelapan BBM jenis MFO dan HSD. Pada Maret 2022, kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan 17 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Praktik penggelapan BBM ini diduga telah berlangsung selama 7 tahun sejak 2015 hingga Januari 2022. Kerugian yang ditanggung PT Meratus Line diperkirakan mencapai Rp 501 miliar lebih.
Sejauh ini, para tersangka yang kini duduk di kursi terdakwa merupakan para pelaku lapangan. Padahal, dengan jumlah BBM yang digelapkan mencapai jutaan kilo liter, mustahil para terdakwa dapat menjalankan operasinya tanpa dukungan dari pihak yang memiliki sumber daya finansial serta infrastruktur memadai untuk mengangkut dan menjual kembali BBM hasil penggelapan.
Terlebih, MFO (marine fuel oil) tidak mungkin dijual ke nelayan yang menggunakan kapal-kapal yang tidak bisa mengonsumsi MFO.
Pada September 2022 lalu, Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto telah menandatangani surat perintah penyidikan (Sprindik) baru yang merupakan pengembangan dari perkara yang menyeret 17 orang tersebut. Sprindik baru itu diduga merupakan upaya pihak kepolisian mengungkap tuntas mafia BBM laut ini dengan menjerat aktor atau pun penadah yang ada di belakang para pelaku lapangan tersebut.@_Oirul
Comments