“Skenario Jejak Firli Bahuri di KPK: Dugaan Bocornya Kasus hingga Taktik 'Mengunci' Pemimpin Lain“
Koordinatberita.com| JAKARTA- Firli Bahuri saat masih menjadi Deputi Penindakan KPK, pernah diusir keluar ruangan karena memotret saat ekspose kasus. Aksinya itu dinilai membahayakan penyidikan. Banyak laporan kasus yang tengah ditangani bocor sehingga OTT gagal dilakukan. Pegawai yang ikut rapat membahas kebocoran kasus, kini tak lulus TWK.
SAUT SITUMORANG tiba-tiba naik pitam melihat kelakuan Firli Bahuri saat ekspose atau gelar perkara kasus korupsi di lantai 15 Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, April 2019.
Kala itu, Firli sebagai Deputi Penindakan KPK diusir keluar dari ruangan karena melakukan tindakan yang melanggar. “Ketika itu saya marah banget," kata Saut kepada IndonesiaLeaks, Kamis (17/62021).
Situasi rapat gelar perkara semakin tegang saat luapan amarah Wakil Ketua Komisioner KPK periode 2015-2019 itu memuncak. Bahkan, panggilan Saut terhadap Firli pada rapat itu seketika berubah. Saut biasanya memanggil orang yang kekinian menjadi Ketua KPK itu sebagai “Bapak Deputi”. Tapi karena amarahnya memuncak, Saut memanggil Firli dengan sebutan “Anda".
"Saya selalu bicara dalam rapat itu kan di akhir. Saya hanya ingat kata-kata itu saja,” kata Saut.
Karena peristiwa tersebut, Firli masuk catatan pimpinan. Agus Rahardjo dan keempat wakilnya yang memimpin KPK kala itu, mendesak agar Firli tak lagi mengulangi kesalahan yang sama.
Kemarahan Saut bukan tanpa sebab. Menurut sumber IndonesiaLeaks, ketegangan dalam gelar perkara itu disebabkan Firli Bahuri memotret presentasi ekspose kasus menggunakan ponsel pintar.
Ketika seorang deputi penindakan memotret tanpa izin, pemimpin KPK mengkhawatirkan detail kasus yang masih dalam tahap penyidikan tersebut bocor.
Dua sumber lain IndonesiaLeaks membenarkan adanya peristiwa tersebut. Bahkan, mereka mengungkapkan mantan Kapolda Sumatera Selatan itu kerap memotret ruangan di KPK, memakai ponsel pribadi.
Pada awal-awal menjabat Ketua KPK, Firli menyempatkan diri berkeliling Gedung Merah Putih-kantor baru KPK untuk memotret semua ruangan yang dikunjungi.
“Dia berkunjung ke beberapa lantai dan foto bersama pegawai,” ujarnya.
Selain itu, Firli juga diduga menyimpan dokumen-dokumen digital kasus maupun fotonya di gawai pribadi. Setiap dokumen tersimpan rapi dalam folder berbeda-beda.
Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK, Minggu (8/9/2019). (Suara.com/Stephanus Aranditio) Tim KPK malah kena OTT target KOMISI Pemberantasan Korupsi sempat dibuat heboh karena kasus korupsi yang tengah ditangani dibocorkan ke pihak lain, pada masa Firli Bahuri menjadi deputi penindakan lembaga antirasuah, April 2018 - Juni 2019.
Kebocoran kasus itu tak hanya sekali terjadi. Berdasarkan dokumen notula rapat petisi pegawai KPK, 16 April 2019, sedikitnya ada 26 kebocoran kasus yang tengah diselidiki sehingga operasi tangkap tangan alias OTT gagal di tengah jalan.
Pada notula berjudul "Hentikan segala bentuk upaya menghambat penanganan kasus" yang diperoleh IndonesiaLeaks, terekam sejumlah
keresahan yang dialami kepala satuan tugas atau kasatgas penyelidikan, penyidikan, dan penyidik KPK.
Dalam dokumen setebal 12 halaman itu, tertulis rapat dihadiri oleh lima pemimpin KPK periode 2015-2019 dan seluruh kasatgas yang terlibat dalam penanganan kasus korupsi.
Sejumlah substansi rapat yang tercatat dalam notula antara lain adalah, terdapat kebocoran 26 perkara korupsi pascapengajuan surat perintah penyidikan (sprindik), permintaan sprin penyelidikan, permohonan sprin penyadapan, dan pengajuan sprindik serta telaah.
Selain itu, ada juga keluhan tentang penundaan penandatanganan sprinlidik karena berbagai alasan, meski sudah disetujui pimpinan KPK.
Selanjutnya, terdapat keluhan ekspose kasus yang dibuat berlapis di tingkat deputi KPK. Bahkan, nama-nama terduga korupsi yang telah disetujui oleh pimpinan untuk dinaikkan statusnya menjadi tersangka, ditahan oleh deputi.
Terakhir, adanya penolakan pengajuan penyadapan yang dilakukan oleh Deputi Bidang Penindakan KPK Firli Bahuri, meski pimpinan kala itu telah menyetujui dilakukan. Catatan lain yang terdapat dalam notula yakni
keluhan di tingkat penyidikan kasus. Terdapat tujuh permasalahan yang diidentifikasi.
Pertama, permohonan pencekalan terhadap orang-orang tertentu, tidak ditandatangani di tingkat kedeputian. Kedua, penghambatan pemanggilan saksi tertentu. Ketiga, ekspose dan LKPTK belum naik penyidikan lebih dari satu tahun. Keempat,eskpose kasus di tingkat kedeputian ditunda- tunda, sehingga pimpinan tidak mendapat informasi. Kelima, ada upaya mengganti satgas yang sebelumnya sudah menangani perkara tersebut. Keenam, adanya hambatan pemblokiran dan pencekalan. Ketujuh, adanya hambatan pengembangan perkara. Sumber IndonesiaLeaks yang mengikuti rapat tersebut bercerita, permasalahan itu mengakibatkan banyak kasus korupsi yang belum diungkap. Bahkan, beberapa di antaranya berkaitan dengan dugaan kasus yang menyebut-nyebut mengarah ke Firli Bahuri.
"Banyak kebocoran, enggak didukung,” ujar sumber Indonesialeks, Senin (14/6).
Febri Diansyah yang saat itu menjabat sebagai juru bicara KPK mengakui hadir dalam rapat tersebut. Dia mengakui, rapat itu digelar karena terdapat sejumlah rencana OTT bocor, sehingga terduga korupsi gagal ditangkap. Bahkan ada kasus tim KPK justru terkena 'OTT' target yang hendak ditangkap.
“Bahkan ada tim OTT yang tiba-tiba dihentikan mobilnya di jalan, saat turun ke daerah," kata Febri kepada IndonesiaLeaks, Sabtu (19/6).
Kondisi tersebut, menurutnya menimbulkan keresahan di internal KPK. Sebab, para penyidik dan penyelidik sulit menjalankan tugasnya untuk menangkap pelaku korupsi. Saking kronisnya tingkat kebocoran kasus, kata Febri, tim OTT sampai-sampai harus menggunakan uang pribadi untuk menggar operasi menjerat koruptor agar rencananya tak diketahui pihak mana pun.
"Sampai ada inisiatif satgas untuk membiayai operasi mereka sendiri. Dan itu yang berhasil menjalankan OTT," kata dia.
Saut Situmorang juga mengakui ada dalam rapat tersebut. la bercerita, para kasatgas penyidik maupun penyelidik mengakui membuat petisi yang berujung rapat tersebut karena tingkat kebocoran rencana OTT mereka tak lagi bisa ditoleransi. Dia mengatakan, kebocoran kasus serta rencana OTT itu terekam dalam data operasi selama kepemimpinannya.
Tahun 2016, KPK sukses melakukan 17 OTT. Setahun kemudian, 2017, ada 19 OTT. Kemudian, KPK 'panen raya' dengan 30 OTT pada 2018. Tapi 2019, jumlah OTT drastis turun menjadi 21 kasus. Kondisi tersebut, kata Saut, juga menjadi sebab rapat bersama seluruh kasatgas digelar.
“Dari 30 kasus itu jatuh banget ke bawah. Kan pendukung KPK tetap banyak, tapi kenapa ada penurunan? Common sense-nya di situ,” kata Saut.
Saut mengungkapkan, para kasatgas dalam rapat itu bercerita ada indikasi-indikasi kebocoran kasus serta rencana OTT mengarah berasal dari kedeputian yang dipimpin Firli Bahuri. Namun, kata Saut, rapat tersebut belum memutuskan kesimpulan siapa yang membocorkan kasus-kasus di KPK.
“Penyidik yang lapor yakin ada indikasi itu,” ujar Saut.
Agar tak lagi ada kebocoran, pemimpin KPK kala itu bersepakat mengkaji pembentukan tim dari Kedeputian Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) untuk mengawasi proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Saut mengakui, kala itu sempat mengusulkan pembentukan biro pengamanan KPK yang posisinya setara dengan biro lain. Tugasnya
untuk mengamankan Gedung KPK, dokumen, hingga operasi.
Menurut Saut, selama ini posisi biro keamanan masih di bawah biro umum. Akibatnya, proses pengamanan sulit dilakukan. “Saya inginnya ada biro pengamanan, agar levelnya dinaikkan setara deputi pengawasan
internal,” kata Saut.
Belakangan, Saut baru menyadari orang-orang yang terlibat dalam rapat tersebut ternyata tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diselenggarakan KPK tahun 2021.
Pegawai KPK yang tak lolos TWK, menurut Saut merupakan orang-beritegritas serta memunyai kemauan besar menangkap koruptor.
"Hampir semua yang ada (dalam rapat) sekarang di situ (tak lulus TWK) semua seingat saya,” kata Saut.
***
BERDASARKAN data KPK, OTT dan penyidikan pada masa kepemimpinan Firli Bahuri tercatat mengalami penurunan angka. Pada penyidikan kasus korupsi, sepanjang 2015-2019 angka penyidikan mencapai ratusan. Namun pada 2020, angkanya turun menjadi puluhan. Sementara OTT pada 2020 baru 7 kali yang berhasil, sedangkan tahun ini baru 2 OTT.
Alih-alih melakukan penangkapan koruptor maupun tindakan pencegahan, Firli Bahuri dinilai kerap melakukan safari kesejumlah petinggi partai, pejabat, dan petinggi media. Menurut sumber IndonesiaLeaks, hal itu dilakukannya sendiri tanpa persetujuan pimpinan yang lain.
Saut mengatakan, kepemimpinan di KPK semestinya bersifat kolektif kolegial. la mencontohkan masa kepemimpinannya dan para pendulu, semua keputusan pemimpin disampaikan secara terbuka.
Ketika satu pemimpin KPK menghadiri pertemuan dengan petinggi partai maupun pejabat, harus dilaporkan kepada pemimpin yang lain.
Hal itu dilakukan untuk menunjukkan sikap independen, sekaligus menguatkan integritas pemimpin bahwa tindakannya tidak koruptif saat menghadiri pertemuan di luar KPK.
"Jadi tidak jalan sendiri. Ini kan persoalannya trust," kata Saut.
Menurutnya, ada kejanggalan ketika seorangpemimpin KPK melakukan safari politik tanpa diketahui kolektifnya. Ketika itu tidak dihentikan, ada potensi sistem kolektif kolegial di KPK yang selama ini terbangun, rusak.
"Ini persoalan trust, kehadiran itu tidak menimbulkan kecurigaan, tidak menimbulkan pertanyaan, karena memang ada urutan, ada proses, di situ ada fungsi manajemennya jalan," ujar Saut.
Taktik 'mengunci' DEPUTI Penindakan KPK Karyoto tampak lesu saat kena batunya, yakni tepergok sejumlah orang mengaku wartawan, kala diduga bertemu pengusaha di kompleks perumahan Patraland, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis 21 Januari 2021.
Dia diduga menemui seorang pengusaha untuk membicarakan kasus hukum. Karyoto diduga kerap menemui pihak yang sedang berperkara.
Menurut sumber IndonesiaLeaks, peristiwa 'penggerebekan' itu diduga juga dipakai untuk mengunci' atau membuat Karyoto tak lagi garang di KPK. Berdasarkan kronologi yang diperoleh IndonesiaLeaks, peristiwa itu terjadi pukul 17.31 WIB. Saat itu, terdapat mobil Toyota Rush berwarna putih bernomor polisi B 15XX RFH.
Di dalam mobil terdapat empat penumpang, salah satunya bernama Roberto Lumban Siantar dengan identitas lain David Robby.
Awalnya, keempat orang itu mengaku ingin berkunjung ke salah satu rumah di kompleks Pertaland. Tapi, mereka kemudian memutar setir menuju lokasi pertemuan Karyoto yang berada di Taman Patra III-8A.
Menurut sumber IndonesiaLeaks, mereka memotret dan merekam pertemuan yang dihadiri Karyoto.
Tak lama, terjadi keributan. Penumpang mobil kemudian diamankan satpam. Dua jam setelah peristiwa itu, sekitar pukul 19.00 WIB, sejumlah polisi datang.
Saat dimintakan keterangan, keempat orang itu mengaku wartawan media Siasat Kota dan bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat Rakyat Indonesia Berdaya. Namun, polisi tidak melakukan penangkapan. Keempatnya dibiarkan pergi setelah meminta maaf.
“Kejadian itu banyak yang dengar, termasuk di KPK,” kata sumber IndonesiaLeaks, Kamis (17/6).
Akibat peristiwa tersebut, sumber IndonesiaLeaks mengakui Karyoto mulai tak bersemangat untuk membokar kasus-kasus korupsi besar.
Menurut sumber IndonesiaLeaks, sebelum ada peristiwa itu, Karyoto adalah orang yang selalu memberikan persetujuan untuk penindakan kasus korupsi. Bahkan, Karyoto tak segan-segan beradu argumen dengan pemimpin KPK terkait kasus yang sedang ditangani.
"Dia enggak mau ambil risiko," kata sumber IndonesiaLeaks.
Sumber lain Indonesialeaks di KPK juga menceritakan kejadian serupa tentang perubahan sikap Karyoto setelah peristiwa penggerebekan. Misalnya, pada pengembangan kasus bantuan sosial covid-19, yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari Batubara.
Saat itu, Karyoto menantang tim satgas untuk menjerat tersangka lain dalam kasus bansos. Satgas kemudian mengajukan surat pengeledahan kepada pimpinan dan Deputi Penindakan Karyoto, akhir Desember 2020. Namun hasilnya, beberapa tempat yang hendak digeledah, dicoret dari daftar. Bahkan berkas permohonan penggeledahan tak kunjung disetujui Karyoto. Akibatnya, pengembangan kasus bansos terbengkalai.
Sumber IndonesiaLeaks menduga itu terjadi karena praktik jual beli kasus yang terjadi di KPK. Meski tidak menyebutkan secara spesifik, ia mengaku kejadian ini tak terlepas dari bocornya kasus-kasus yang ditangani KPK.
Selain itu, Karyoto juga dikabarkan sering menghadap Firli Bahuri di ruangannya, saat KPK menangani kasus bansos.
"Seharusnya akhir April ada ekspose kasus dan penetapan tersangka. Tapi tidak tahu lagi perkembanganya," kata dia.
IndonesiaLeaks berusaha mengonfirmasi Karyoto tenang semua itu melalui telepon, WhatsApp, dan mengirimkan surat ke rumahnya di kompleks Polri Pondok Karya Blok I, Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Namun, Karyoto dikabarkan berada di Yogyakarta. Surat hanya diterima oleh
perempuan yang mengaku sebagai pekerja rumah tangganya. Ketika ditemui tim IndonesiaLeaks di rumahnya, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (19/6) malam, Karyoto menolak untuk berkomentar.
“Tinggalkan tempat!” perintah Karyoto kepada anggota tim IndonesiaLeaks menghampirinya yang baru turun dari mobil.
“Saya mau kasih surat (permintaan wawancara berikut daftar pertanyaan),” jawab tim IndonesiaLeaks, Tani Karvoto berkukuh tidak mau memberikan pernyataan.
"Kamu tinggalkan tempat! Saya tidak tahu apa yang kamu tanya. Saya tidak akan menjawab. Saya tidak bisa menjawab, harus seizin pimpinan. Itupun, kalau untuk pers, hanya di konferensi pers.”
“Surat ini tidak perlu?” tanya tim IndonesiaLeaks. “Tidak usah!” kata Karyoto.
Sementara Redaktur Pelaksana media Siasat Kota, Jenri Sitanggang, mengakui David Robby adalah rekan sekerja.
"Dia adalah wakil pimpinan redaksi," kata Jenri saat ditemui di kantornya, Jumat (18/6).
Jenri mengakui, keberadaan David di lokasi pertemuan Karyoto adalah di luar sepengetahuannya. la mengungkapkan, David kekinian dikabarkan ditangkap aparat kepolisian.
"Saya tidak tahu, kami hanya tahu dia masalah narkoba,” kata Jenri.
***
SENGKARUT internal KPK juga terjadi pada peristiwa yang diduga menyeret Wakil Ketua Lili Pantauli Siregar. Rabu siang, 5 Mei 2021, seorang kepala satuan tugas penyidikan KPK kedatangan Jeklin Sitinjak, staf pribadi Firli Bahuri. Kedatangannya bermaksud meminta berita acara pemeriksaan (BAP) Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial. Kala itu, Syahrial adalah saksi kasus suap dengan tersangka Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai, Yusmada.
Kedatangan staf pribadi Firli Bahuri disambut bentakan, karena tak patut melakukan cara-cara yang bertentangan dengan nilai pemberantasan korupsi.
"Kamu siapa?” ucap sumber IndonesiaLeaks menirukan percakapan saat itu.
Menurut dua sumber IndonesiaLeaks, BAP yang diminta berisikan informasi mengenai dugaan campur tangan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam kasus dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai.
Lili diduga pernah berkomunikasi beberapa kali dengan Syahrial, yang kala itu telah ditetapkan menjadi tersangka.
Sumber IndonesiaLeaks bercerita, permintaan BAP itu diduga untuk menutupi kasus yang menyeret nama Lili,"Mungkin untuk backup,”
ujarnya.
Mantan komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ini diduga memberi tahu Syahrial, bahwa KPK sedang menyelidiki kasus jual-beli jabatan yang menyeret namanya.
Sumber IndonesiaLeaks yang menangani kasus tersebut bercerita, Syahrial sempat melarikan diri saat proses penangkapan, 20 April 2021. Selang satu jam, Syahrial baru berhasil diringkus.
Selama pelarian itu, Syahrial membawa dua telepon genggam. Satu ponsel dibuang ke sungai, yang lainnya berhasil diamankan.
"Ponsel itu yang ada percakapannya,” kata sumber IndonesiaLeaks, Senin (31/5).
Sumber IndonesiaLeaks yang lain menyebutkan bahwa dalam BAP, Syahrial mengatakan uang darinya telah diserahkan kepada Ajun Komisaris Stefanus Robin Pattuju-penyidik KPK dari unsur Polri.
Upaya itu kemudian dikomunikasikan langsung kepada Lili Pintauli Siriger melalui WhatsApp. "Lili memberikan tanda jempol,” ujarnya.
Selain itu, sumber IndonesiaLeaks juga menyebutkan, Lili diduga menggunakan posisinya sebagai pimpinan di KPK untuk menekan Wali Kota Tanjungbalai Syahrial untuk mengurusi penyelesaian kepegawaian adik iparnya, yakni Ruri Prihatin Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo.
Hal tersebut dinilai bertentangan dengan Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Pada pasal 4 ayat (2) huruf b menyebutkan “Insan KPK dilarang
menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi."
Dalam konferensi pers Jumat 20 April 2021, Lili membantah semua dugaan tersebut. la menegaskan tak pernah menjalin komunikasi dengan Syahrial untuk membahas kasus yang dimaksud. Namun, Lili mengakui sadar terikat kode etik yang tak memperbolehkan berhubungan dengan pih berperkara.
"Saya tegas menyatakan tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka MS terkait penanganan perkara yang bersangkutan. Apalagi membantu penanganan perkara yang sidang dilakukan KPK," kata Lili.
Meski begitu, Lili menuturkan sebagai pemimpin KPK di bidang pencegahan, tak bisa mengindari komunikasi dengan para kepala daerah. Lili mengklaim, komunikasi hanya dilakukan sebatas tugas KPK di bidang pencegahan.
"Dan komunikasi yang terjalin tentu saja terkait dengan tugas KPK dalam melakukan pencegahan supaya tidak terjadi tindak pidana korupsi," kata Lili.
***
JAUH sebelum praktik dugaan 'penguncian' terjadi, sumber IndonesiaLeaks mengakui mendapat keluhan dari dua pemimpin lain KPK, yakni Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron.
Nawawi, kata sumber IndonesiaLeaks menilai Firli terlalu dominan dalam segala bidang di internal KPK. Bahkan, Firli kerap mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan pimpinan yang lain.
"Katanya sudah tidak ada kolektif kolegial, keputusan tergantung Firli,” kata sumber IndonesiaLeaks. la juga mengakui pernah menampung curhat
Nawawi yang sempat berencana mengundurkan diri dari KPK, karena tidak kuat menghadapi tekanan.
Dalam skandal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) misalnya, Nawawi mengaku kerap diikuti oleh orang-orang yang tidak dikenal.
"Saya bilang jangan mundur dong. kan pimpinan harus berbuat, jangan diam," ujar sumber IndonesiaLeaks.
Nawawi Pamolango tidak mau berkomentar tentang kondisi yang dialami. Saat tim IndonesiaLeaks menyambangi rumahnya, Nawawi belum mau bertemu dengan alasan sedang menjalani isolasi mandiri karena ajudannya positif Covid-19.
"Kenapa mengejar-ngejar saya ke sini, saya lagi isolasi mandiri, tolong hargai saya," ujar Nawawi.
Sementara pimpinan KPK yang lain, Nurul Ghufron enggan menanggapi labih jauh terkait dugaan dirinya yang belakangan ini dikuntit orang suruhan Firli. Dia juga tak mau menanggapi dugaan adanya kebocoran kasus yang ditangani KPK dengan motif jual beli perkara.
"Ya, begitu-begitu kami tidak punya bukti. Kalau di depan mejaku yang formil. Aku juga bicaranya yang formil, yang di atas meja. Di balik itu tidak tahu, bukan berarti tidak mendengar," kata Ghufron kepada IndonesiaLeaks.
Sementara soal staf pribadi Firli yang diduga meminta BAP Wali Kota Tanjungbalai Syahrial, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri
membantahnya. Menurut Ali Fikri, permintaan BAP itu adalah kekeliruan sekretaris Firli, yakni Jeklin Sitinjak.
Ali menjelaskan, Firli dan pimpinan lainnya menggelar rapat pada 5 Mei 2021. Mereka, kata Ali, meminta berita acara hasil kesimpulan ekspose pimpinan terdahulu mengenai kasus dugaan jual-beli jabatan di Tanjungbalai.
"Bukan berita acara pemeriksaan," kata Ali lewat keterangan tertulis, Senin, 24 Mei 2021.
Ali mengatakan, berita acara hasil kesimpulan ekspose kasus Wali Kota Tanjungbalai itu diminta untuk memperkuat penjelasan mengenai perkara tersebut yang dilakukan pimpinan sebelumnya.
Ali menuturkan, berita acara hasil ekspose itu berisi notula rapat proses penanganan perkara. Namun, Ali berujar Sekretaris Ketua KPK Firli Bahuri, Jeklin Sitinjak, keliru memahami bahwa yang diminta adalah berita acara ekspose, bukan BAP saat berkomunikasi dengan Kepala Satuan
Tugas yang menangani kasus itu.
"Yang kemudian kasatgas mengirimkan email kepada Direktur Penyidikan berisi BAP perkara. Oleh karena yang diminta berita acara ekspose, maka email tersebut diabaikan," kata Ali.
Ali menuturkan kekeliruan itu kemudian selesai setelah Sekretaris Firli Bahuri meminta berita acara ekspose pimpinan kepada sekretariat penyidikan. Hasil ekspose perkara kemudian diserahkan kepada pimpinan yang saat itu masih rapat.
“Kami tegaskan bahwa KPK menjalankan semua pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan SOP yang berlaku," kata Ali.
Firli Bahuri sendiri, tidak mau memberikan keterangan mengenai dugaan banyaknya kebocoran kasus serta rencana OTT saat masih menjadi Deputi Penindakan KPK.
Begitu pula dugaan menggunakan kasus untuk mengontrol sejumlah orang di lembaganya. Sabtu (19/6) sekitar pukul 19.50 WIB, tim IndonesiaLeaks berusaha menemui Firli untuk menyerahkan surat permintaan konfirmasi di kediamannya, Villa Galaxy Cluster A.2 Nomor 60/61 Jaka Setia, Bekasi Selatan, Jawa Barat.
Namun, IndonesiaLeaks dihentikan oleh tiga orang pria yang berjaga di sebuah gazebo depan rumah Firli. Dua di antara mereka menggunakan seragam warna biru navy, satu orang lagi berkaos berwarna putih. Satu orang memunyai senjata laras panjang, yang diletakkan di lantai gazebo. Satu dari mereka menegaskan surat Indonesia Leaks itu diserahkan ke kantor KPK, bukan rumah pribadi Firli.
"Inikan urusan kantor ya mas, sebaiknya surat disampaikan ke kantor saja, bukan di sini," kata dia.
Tim IndonesiaLeaks berkukuh menitipkan surat agar disampaikan kepada Firli Bahuri. Namun ketiganya tetap tidak mau menerima.
Sebelumnya, IndonesiaLeaks sudah mencoba jalan lain agar mendapat tanggapan Firli, yakni via telepon, pesan WhatsApp, tapi tak satu pun direspons.
Bukan hal baru Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, dugaan kebocoran kasus dan rencana OTT KPK bukanlah hal baru sejak Deputi Penindakan dipegang Firli Bahuri.
"Cerita kebocoran informasi bukan hal baru. Misalnya kejadian suap pajak di Kalimantan Selatan. Penyidik KHK kehilangan truk. Sejak yang bersangkutan menjadi Deputi Peninakan KPK, problem itu ada. Akhirnya pegawai
mengirim petisi ke pimpinan KPK. Kejadian itu berulang ketika Firli menjadi ketua. Ada dua kesimpulan. Pertama, mungkin diketahui. Kedua, Firli mendiamkan," kata Kurnia.
Sementara mantan Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang, menyayangkan sikap Firli yang diduga menggunakan kasus untuk mengontrol seseorang.
Menurut Saut, kondisi seperti itu berpotensi mengakibatkan komisi antirasuah tidak lagi 'bertaring' untuk memberantas korupsi.
“Ketika mungkin semakin tertutup, saya pasti harus semakin curiga. Publik semakin curiga. Nah, sistem pimpinannya seperti apa, itu kan bisa dirasakan," kata Saut.
Karena itu, Saut meminta agar Presiden Joko Widodo turun langsung menyelesaikan permasalahan di KPK. la juga menyarankan agar semua pimpinan terbuka untuk mengurangi kecurigaan publik selama ini.
“Munculnya framing saling sandera itu sangat wajar. Karena memang tidak ada keterbukaan. Pada bagian lain semua punya titik lemah. Kalau orang sudah terdesak, bisa ditarik-tarik, apa pun dilakukan."@_**
OLEH TIM LIPUTAN KHUSUS
Sumber: Hasil peliputan kolaboratif antara Suara.com, Majalah Tempo, KBR.id, Jaring.id, Tirto.id, KBR.id, dan Independen.id, yang terhimpun dalam IndonesiaLeaks
コメント