“Unit PPA Polres Lamongan VS Unit PPA Polres Malang”

Ketua Umum Perkumpulan Lawyer & Legal, Parlindungan Sitorus, SH Koordinatberita.com- Setiap orang berkedudukan yang sama dimuka hukum, sehingga dapat diartikan, penegakan hukum di negara ini harus berlangsung secara adil dan tidak pandang bulu terhadap siapa pun. Hal ini dtegaskan sebagaimana dimaksud pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang dengan tegas menyebukan, bahwa,“ setiap warga negara berhak mendapatkan perlakuan yang sama dan pantas di mata hukum, tidak membedakan status, golongan, ras, maupun yang berhubungan dengan agama. Hukum bertujuan untuk terciptanya keadilan dan ketertiban, keadilan tidak mungkin tercipta dalam ketidaktertiban. Saya berpendapat, aparat penegak hukum di negeri ini belum mampu melaksanakan hukum dengan tertib. Sehingga, slogan penegak hukum yang menyebutkan setiap orang berkedudukan yang sama dimuka hukum hanya omong kosong belaka. Mau bukti…?? Dalam tulisan saya kali ini, saya akan menyampaikan kepada masyarakat bahwa aparat penegak hukum tidak tertib dalam melaksanakan tujuan hukum sehingga rasa keadilan belum tersentuh oleh pencari keadilan. Namun, saya tidak akan menghakimi aparat penegak hukum, sebab ada tertulis dalam Matius 7:1-5 menyebutkan, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi”. kata, Ketua Umum Perkumpulan Lawyer & Legal Saya adalah kuasa hukum dari dua orang yang terjerat kasus asusila. Pertama saya dipercaya menjadi kuasa hukum berinisial AG atau sebut saja namanya “Hendro”, seorang guru yang dituduh melakukan perbuatan cabul terhadap muridnya sebut saja “Joko” (keduanya sama samaran). Guru matematika disalah satu SMKN Lamongan ini dilaporkan oleh orang tua murid di Polres Lamongan. “Hendro”dituduh melakukan melakukan oral kepada “Joko”.
Kedua, saya juga dipercaya menjadi kuasa hukum seorang mahasiswi sebut saja namanya “Mawar” yang menjadi korban pemerkosaan seorang dukun sebut saja nama “Joni’ (keduanya nama samaran). Mawar mengaku adalah korban pemerkosaan seorang dukun atau paranormal di Malang. Kemudian, Mahasisiwa ini melaporkan kejadian pemerkosaan tersebut di Polres Kabupaten Malang. Ke dua orang yang memberi kuasa kepada saya adalah Terlapor dan Pelapor. “Hendro” adalah Terlapor pencabulan dan “Mawar” adalah Pelapor atau saksi korban pemerkosaan. “Hendro” diperiksa oleh Unit PPA Polres Lamongan dan “Mawar” diperiksa oleh Unit PPA Polres Malang. Namun, yang menjadi tanda-tanya besar bagi saya, dalam penyelidikan dan penyidikan kasus ini, sungguh sangat berbeda. Sampai-sampai saya berpikir,” apakah aturan pelaksanan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Penyidik Polisi di NKRI ini tidak sama”?? Faktanya, hanya dalam tiga bulan Unit PPA Polres Lamongan berhasil melakukan penangkapan dan dalam yang waktu super cepat berkas perkara telah lengkap (P-21). Yang mana kemudian JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejari Lamongan akan melakukan penuntutan di Pengadilan Negeri Lamongan. Sementara, penanganan perkara “Mawar” di Unit PPA Polres Malang hingga satu tahun lebih, terbukti berkas perkara belum juga sempurna (P-21). Bahkan, pelaku yang sudah menjadi tersangka, bebas berkeliaran. Anehnya lagi, berkas perkara bolak-balik dari Unit PPA Polres Malang ke JPU Kejari Malang. Sehingga timbul pertanyaan, apakah Penyidik Unit PPA Polres Lamongan yang terlalu pinter sehingga Berkas Perkara “Hendro” dapat secepat kilat langsung sempurna ataukah Penyidik Unit PPA Polres Malang yang tidak bisa kerja??? Analisa Kasus Menurut saya, bila dianalisa, penyelidikan dan penyidikan dalam yang dituduhkan kepada “Hendro” adalah lebih sulit dari pada penyelidikan dan penyidikan yang menimpa “Mawar”. Pembaca, tentu sudah tidak sabar pengen tau analisa kasusnya… Okey, saya akan sampaikan analisa kasusnya. Begini pembaca..!!! Fakta Dalam Perkara “Hendro” “Hendro” dilaporkan tanggal 29 Januari 2019 dan kemudian ditangkap tanggal 28 Februari 2019. Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik PPA Polres Lamongan, terjadi perbedaan waktu kejadian perkara (locus delicti) dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) antara Korban dan Terlapor. Saksi korban mengaku nginap di rumah kontrakkan milki teman “Hendro” (Tersangka) pada Sabtu tanggal 5 Januari 2019 sementara “Hendro” (Tersangka) mengaku menginap bersama saksi korban pada Sabtu tanggal 12 Januari 2019. Pengakuan Tersangka ini dikuatkan oleh isteri tersangka yang dalam kesaksiannnya, Tersangka bertengkar dan sang suami “minggat” pada tanggal 12 Januari 2019. Fakta, perkara ini dilaporkan pada tanggal 29 Januari 2019 sehingga Penyidik kesulitan untuk melakukan Visum Visum et repertum dikarenakan kejadian dilaporkan 3 (tiga) atau 2 (dua) minggu setelah kejadian. Dapat disimpulkan Visum Visum et repertum yang dibuat 3 (tiga) atau 2 (dua) minggu setelah kejadian tidak dapat dijadikan alat bukti dalam perkara ini. Dalam BAP, saat akan nginap di rumah kontrakkan milki teman “Hendro” tidak ada saksi. Sehingga, dapat disimpulkan saat kejadian tidak ada saksi. Penyidik hanya memeriksa saksi-saksi yang mengaku menjadi korban cabul sang guru bukan saksi kejadian perkara yang dituduhkan. Dan hanya bermodalkan BAP yang dibuat oleh Kepala Sekolah SMKN Lamongan, Penyidik PPA Polres Lamongan langsung melakukan penangkap terhadap “Hendro” dan secepat kilat melimpahkan berkas perkara di Kejari Lamongan. Dalam waktu 2 (dua) hari berkas dinyatakan sempurna (P-21). Fakta Dalam Perkara “Mawar” Saksi korban mengaku, diperkosa oleh dukun atau paranormal dirumahnya pada hari Selasa tanggal 20 Februari 2018. Kemudian, dilaporkan besoknya pada Minggu, tanggal 21 Januari 2019. Namun, SPKT Polres Malang meminta korban untuk datang kembali besoknya, (Senin tanggal 22 Februari 2018). Senin tanggal 22 Februari 2018 Polres Malang resmi menerima Laporan Polisi Korban dan langsung melakukan Visum Visum et repertum. Sehingga dapat disimpulkan Visum Visum et repertum menjadi menjadi alat bukti yang sempurna. Saat akan kerumah sang dukun, korban ditemani oleh ibu korban dan seorang sopir. Artinya, ada saksi dalam kejadian pemerkosaan ini. Bahkan, kejadian ini sempat dimediasi oleh kerabat dekat sang dukun. Kerabat dekat sang dukun juga menjadi saksi dalam perkara ini. Sebab, saat pertemuan dengan kerabatnya tersebut, sang dukun telah mengakui perbuatannya. Yang dikuatkan dalam BAP. Dalam BAP, sang dukun mengakui perbuatannya telah menyentuh kelamin saksi korban. Faktanya, hingga kini Penyidik PPA Polres Malang tidak melakukan penangkapan terhadap pelaku pemerkosaan. Pelaku masih bebas berkeliaran dan dapat melakukan perbuatan yang sama. Parahnya lagi, hingga pemeriksaan kasus berjalan satu tahun kurang satu bulan (21 Maret 2019), Penyidik PPA Polres Malang belum mampu menyerahkan berkas kepada JPU Kejari Lamongan dengan sempurna (P-21). JPU Kejari Lamongan slalu mengembalikan berkas kepada Penyidik PPA Polres Lamongan (P-18 dan P-19). Melihat fakta-fakta ini, saya menjadi tertarik membuat penelitian hukum yang akan dikemas dalam bentuk buku. Tapi, sebelumnya, saya akan meminta ijin dari Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk melakukan penelitian. Sebab, saya melihat penanganan perkara ini menjerminkan “Keadilan Yang Tidak Merata. Saya melihat ketidaktertiban dalam melaksanakan hukum oleh Unit PPA Polres Lamongan dan Unit PPA Polres Malang atau mungkin Pengawasan dari Pengawas Penyidik tidak berfungsi. Pengawas Penyidik yang semestinya melakukan pengawasan terhadap kinerja Penyidik bukan malah menjadi berubah membenarkan dan melakukan pembela terhadap Penyidik yang tidak professional dalam pelaksanaan Penyelidikan maupun Penyelidikan. Melihat perkara tersebut diatas, saya berkesimpulan, “tanpa komitmen aparat penegak hukum yakni Polisi, Jaksa, Hakim dan Pengacara tidak akan terwujud hukum yang berkeadilan. Hukum akan melahirkan kejahatan baru ditangan penegak hukum yang tidak adil dan jujur. Harapan saya, sebagai aparat penegak harus mampu menempatkan kepentingan hukum diatas kepentingan pribadi sehingga dapat menciptakan masyarakat yang sadar hukum. Undang-Undang mengakui bahwa Polisi dan Pengacara adalah Penegak Hukum yang merupakan profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile) maka jangan “kotori” profesi anda dengan “melahirkan” kebohongan/kejahatan baru..!!! Akhir kata saya sampaikan, “Hukum itu pemimpin bukan dipimpin”. Tegas.@_Koordinatberita.com
Oleh: Ketua Umum Perkumpulan Lawyer & Legal, Parlindungan Sitorus, SH