“Bea Cukai, Karantina, Balai POM dan Aparat Terkesan Tutup Mata”
Koordinaberita.com| JATIM~ Perdaganan kulis sapi impor kembali marak di Jawa Timur. Padahan ini pernah dilakukan penggerebekan kulit impor mentah garaman milik CV SM milik direktur berinisial Fandi di kawasan pergudangan Kencana Trosobo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada tahun 2016 silam oleh Polda Jatim, nampaknya tidak menyurutkan Fandi mengimpor kulit untuk dikonsumsi manusia. Bahkan, sekarang bisnis Fandi semakin menggurita dan terkesan kebal hukum.
Anehnya pihak instansi terkait seperti Bea Cukai, Karantina, Balai POM dan aparat penegak hukum lainnya, terkesan tutup mata.
Padahal informasi yang diperoleh Koordinaberita.com, diduga kulit-kulit yang di impor Fandi ini berasal dari bahan tidak higienis, di Negara asalnya termasuk sampah dan diduga mengandung berbagai racun yang membahayakan manusia. Namun anehnya, kulit-kulit itu di Indonesia diolah jadi makanan krupuk rambak alias cecek.
“Dengan bisnis meracuni manusia ini Fandi berhasil mengeruk milyaran rupiah,” tandas sumber.
Hasil investigasi tim Koordinaberita.com, tiap bulan Fandi dengan leluasa mendatangkan puluhan container kulit impor tanpa hambatan dari Bea Cukai, Karantina, Balai POM dan aparat penegak hukum lainnya. Diduga Fandi sudah berhasil mengkondisikan semua aparat di Jatim dan pusat.
“Binis Fandi selama ini lancar-lancar saja, semua sudah kondusif,” ucap Slamet, sumber
Menurut Slamet, selain menjual kulit garaman ke beberapa home industri krupuk rambak, Fandi ternyata juga memasak sendiri kulit impornya dengan permentasi kimia diduga berbahaya dan beracun. Ada sejumlah karyawan khusus yang memproses kulit-kulit limbah tersebut agar terlihat bersih dan dikonsumsi manusia.
“Tentu saja dengan campuran bahan kimia tertentu,” tutur Slamet.
Dikatakan, Slamet, bisnis ini menjanjikan keuntungan sangat fantastis, bahkan milyaran rupiah. Setiap ton bisa untung Rp 14 juta lebih.
Diketahui, kata sumber itu, Fandi memiliki pelanggan bukan hanya lokalan saja, bahkan di luar Jawa Timur banyak sekali. Bahkan saat ini Fandi bisa dikatakan salah satu penyuplai kulit mentah garaman impor terbesar di Indonesia.
Saat dikonfirmasi Fandi di rumahnya tepatnya dusun Jumeneng, Desa Mojoanyar, Kecamatan Bangsal, mencoba mengelabuhi awak media ini dengan mengatakan, ”saya sudah bukan importir lagi, dan proses masak saya penggunaan bahan kimianya dibawah rata rata,” kilah Fandi.
Namun, ebelumnya, Bisnis kotor dan membahayakan kesehatan bagi manusia, nampaknya masih juga dilakukan oleh seorang Importir berinisial Fandi. Pasalnya Fandi diduga hingga saat ini masih melakukan serangkaian kegiatan bisnis Kulit Sapi Mentah Garaman.
Walaupun dapat diketahui, wabah Covid-19 masih belum usai. Namun, usaha Fandi tidak ada kendala sama sekali, dan terkesan aman tanpa tersentuh oleh hukum.
Berdasarkan informasi dilapangan, Fandi merupakan importir kulit mentah garaman yang terkenal di wilayah Mojokerto. Bisnis Fandi selalu lancar, bahkan bisa dikatakan tidak pernah tersentuh oleh hukum.
Tentu bisnis kotor kulit impor tersebut tidak ada perlakuan khusus, dan terkesan mengabaikan Pemerintah yang hingga saat ini tengah getol-getolnya memerangi wabah yang mematikan Covid-19. Namun Fandi justru diduga malah mengolah kulit sapi impor tersebut menjadi bahan makanan berupa, cecek, krecek, ataupun rambak untuk diperjual belikan menjadi bahan pangan.
Menurut sumber Koordinaberita.com lain dilapangan berinisial M, salah satu warga disekitar area mengatakan menimbulkan bau tidak sedap.
“Kulit sapi itu kalau datang sekitar dikemas dalam kontainer Mas, dan kalau gudangnya dibuka baunya amis busuk. Namun warga tidak mampu berbuat banyak. Kalau pembelinya rata-rata banyak dari luar kota. Dan bisnis ini sudah cukup lama. Kami mau protes juga takut, karena dijaga orang berpotongan cepak-cepak,” keluh M, sambil mewanti-wanti agar nama dirinya tak ditulis di koran karena takut.
Masih menurut M, menjelaskan kulit impor tersebut diduga dijual bebas
kepada masyarakat.
“Selain menjual mentah yang berbau busuk, F juga memasak untuk bahan pangan siap edar, masuk ke pasar pasar tradisional. Di balik produksi proses masaknya, mereka menggunakan bahan kimia H2 O2. Selain itu juga menggunakan bahan merontokan bulu, juga pemutih agar tampak tidak gosong, dan dinetralisir dengan tawas, saya heran kok gak ada penindakan dari aparat hukum,” heran sumber itu.
Terkait hal ini, patut diduga, ada ikatan oknum yang ikut serta berkonspirasi pihak-pihak terkait, seperti pemeriksaan oleh Pabean Bea dan Cukai, serta bagian Krantina Produk Hewan (IKPH) di Badan Karantina Pertanian Jawa Timur.
Sementara Drs Edy Sutanto, SH, direktur LSM KPN (Koalisi Pengawas Nasional) mendesak Mabes Polri menangkap importir kulit yang menyalahgunakan ijin untuk konsumsi manusia.
“Impor kulit sapi boleh, tapi untuk kegiatan bahan baku produksi seperti bahan kerajinan sepatu, tas dan lainnya. Sedang untuk diolah sebagai makanan manusia jelas dilarang dan melanggar Undang-Undang pangan dan UU Karantina dan UU Kesehatan. Saya meminta Mabes Polri turun untuk menangkap para importir yang meracuni bangsa Indonesia dan khususnya warga Jawa Timur,” tandas Edy yang juga berprofesi sebagai Advokat ini. (Tim LipSus)
Comentários