top of page

Sri Mulyani Tetapkan Bea Masuk 67 Persen Atas Maraknya Produk Tekstil Impor

  • 9 Nov 2019
  • 3 menit membaca

”Tekstil Impor Asal China Serbu Market Tanah Air, Hingga Industri Tekstil RI Tenggelam”

Koordinatberita.com| Nasional~ Akhir-akhir ini, produk impor tekstil marak banjiri tanahair. Hingga tekstil pabrikan Indonesia mengalami lesuh. Karena, teksti impor asal China serbu market pasaran Indonesia.


Mengingat hal itu, kini Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerapkan kebijakan tarif bea masuk baru bagi beberapa komoditas impor. Kebijakan baru itu ditujukan kepada produk yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 161/PMK.010/2019, PMK 162/PMK.010/2019, dan PMK 163/PMK.010/2019


Dengan tiga aturan tersebut, Kementerian Keuangan telah menetapkan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) untuk beberapa jenis barang impor.

"Ketiga aturan tersebut dikeluarkan sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk mengamankan industri dalam negeri serta mendorong penggunaan produk dari pasar domestik," ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga, Syarif Hidayat dalam keterangan dilangsir detik.com, Jakarta, Sabtu (9/11/2019).


Melalui PMK 161/PMK.010/2019, Kementerian Keuangan telah menetapkan BMTPS terhadap produk benang (selain benang jahit) dari serta stapel sintetik dan artifisial yang diimpor mulai dari Rp 1.405/Kg. Sementara, dalam PMK 162/PMK.010/2019, Kementerian Keuangan juga telah menetapkan BMTPS untuk produk kain yang diimpor mulai dari Rp 1.318/meter hingga Rp 9.521/meter serta tarif ad valorem berkisar 36,30% hingga 67,70%.


Sedangkan dalam PMK 163/PMK.010/2019, Kementerian Keuangan juga mengenakan BMTPS terhadap produk tirai (termasuk gorden), kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya yang diimpor sebesar Rp 41.083/Kg.


Syarif mengungkapkan bahwa BMTPS tersebut diterapkan terhadap beberapa pos tarif dalam buku tarif kepabeanan Indonesia (BTKI).


"BMTPS diberlakukan terhadap impor produk benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial sebanyak 6 pos tarif, produk kain sebanyak 107 pos tarif, serta produk tirai (termasuk gorden), kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya sebanyak 8 pos tarif dengan besaran tarifnya tercantum dalam PMK tersebut," ungkap Syarif.


Syarif menambahkan bahwa ketiga aturan ini akan mulai diimplementasikan pada 9 November 2019, dan akan berlaku selama dua ratus hari.


"Kami berharap pengguna jasa dapat mencermati isi aturan tersebut. Pengguna jasa dapat mengaksesnya melalui http://www.sjdih.depkeu.go.id atau http://www.fiskal.kemenkeu.go.id/dw-tarif-list2016.asp," ungkap Syarif.


Sementara itu, untuk memastikan implementasi aturan ini berjalan lancar tanpa mengabaikan pengawasan terhadap barang impor, Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko sesuai dengan PMK 225/PMK.04/2015 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor.


Tekstil Impor Asal China Serbu Market Tanah Air, Hingga Industri Tekstil RI Tenggelam


Industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia saat ini disebut memiliki masalah dari produksi hingga kalah dalam pemasaran.


Koordinatberita.com, langsir dari detik.com, Direktur Program INDEF, Ester Sri Astuti menjelaskan saat ini industri tekstil di Indonesia memang sedang kurang bersinar. Hal ini karena produk tekstil dari China yang menggempur pasar Indonesia.


Ester menjelaskan industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia sempat memasuki era kejayaan pada era 1980an. Kemudian pada 2007 perdagangan industri ini mencatatkan surplus hingga US$ 7,8 miliar.


"Tapi kondisi itu berbalik pada 2008 surplus industri ini tercatat US$ 5,04 miliar dan di 2018 turun jadi US$ 3,2 miliar," kata Ester dalam diskusi publik INDEF di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (30/10/2019).


Dia mengungkapkan, selain gempuran produk asal China juga karena adanya peraturan pemerintah yang menghambat perkembangan industri tekstil di dalam negeri.


Misalnya seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64/M-DAG/PER/8/2017 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil yang berdampak pada makin derasnya laju impor produk TPT.


Ester menyebut, pemerintah juga berencana untuk merevisi dan menggantikan aturan tersebut dengan Permendag Nomor 77.


"Namun revisi regulasi itu masih menimbulkan ketakutan di kalangan pelaku industri seperti belum transparannya kuota impor hingga tak ada upaya untuk membatasi pengusaha dalam pusat logistik berikat (PDPLB) untuk memperjualbelikan barang langsung ke pasar domestik," jelas dia.


Menurut Ester, industri tekstil dan produk tekstil ini dibutuhkan kebijakan yang mampu meningkatkan kinerja industri dari dalam negeri. terutama untuk meningkatkan utilitas kapasitas mesin yang sudah terpasang.


Selain itu, industri tekstil di Indonesia saat ini memiliki mesin-mesin industri yang sudah tua. Lalu harga produk yang dihasilkan tidak kompetitif dengan produk impor.


Selanjutnya industri pemintalan benang juga mengalami penurunan. Hingga konsumsi domestik yang diraup oleh barang impor yang membanjiri Indonesia.@_Red

 
 
 

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page