top of page

BPOM RI Bicara soal Tanaman Herbal Kratom, Bakal Masuk Golongan Narkotika?


"Iya kan harus dilakukan riset dulu supaya kita bisa melihat bahwa memang kratom itu memiliki efektivitasnya sebagai obat, risetnya kan bukan hanya di BPOM RI yang melakukan, tetapi ada lembaga-lembaga riset lain dari BNN, BRIN, atau dari perguruan tinggi, nanti kalau sudah ada baru kita menetapkan dia statusnya sebagai narkotik golongan berapa," terang Rizka saat ditemui detikcom di Gedung BPOM RI, Jumat (8/12/2023).
"Iya kan harus dilakukan riset dulu supaya kita bisa melihat bahwa memang kratom itu memiliki efektivitasnya sebagai obat, risetnya kan bukan hanya di BPOM RI yang melakukan, tetapi ada lembaga-lembaga riset lain dari BNN, BRIN, atau dari perguruan tinggi, nanti kalau sudah ada baru kita menetapkan dia statusnya sebagai narkotik golongan berapa," terang Rizka saat ditemui detikcom di Gedung BPOM RI, Jumat (8/12/2023).

KOORDINATBERITA.COM| Jakarta - Plt Kepala BPOM RI Lucia Rizka Andalucia belum bisa memastikan apakah tanaman herbal kratom yang dinilai berkhasiat, bisa menjadi obat tradisional. Kratom belakangan disorot pasca munculnya wacana ekspor di tengah permintaan banyak negara yang disebut cukup tinggi.


Namun, di sisi lain kratom memiliki salah satu kandungan yang berpotensi dikategorikan sebagai narkotika golongan I. Rizka menyebut proses kajian riset tersebut tengah berlangsung, belum diketahui kapan persisnya pemerintah menetapkan posisi kratom sebagai tanaman yang termasuk narkotika atau tidak.

Baca juga : Plt Kepala BPOM RI Lucia Rizka Andalucia menyebut peredaran produk tersebut juga kerap ditemukan di media sosial dan ecommerce, lebih dari 6 ribu tautan yang kini telah di-takedown. Beberapa di antaranya merupakan produk lokal, adapula temuan impor yang tidak terdaftar di BPOM RI.https://www.koordinatberita.com/single-post/bpom-ri-ungkap-50-obat-tradisional-dan-suplemen-berbahaya-bisa-merusak-ginjal

Proses riset bukan hanya berada di BPOM RI, melainkan pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama sejumlah lembaga lain. Pihaknya memastikan terus mengawal keberlanjutan riset tersebut.


"Iya kan harus dilakukan riset dulu supaya kita bisa melihat bahwa memang kratom itu memiliki efektivitasnya sebagai obat, risetnya kan bukan hanya di BPOM RI yang melakukan, tetapi ada lembaga-lembaga riset lain dari BNN, BRIN, atau dari perguruan tinggi, nanti kalau sudah ada baru kita menetapkan dia statusnya sebagai narkotik golongan berapa," terang Rizka saat ditemui detikcom di Gedung BPOM RI, Jumat (8/12/2023).

Baca juga; Kebanyakan produk berasal dari Brunei Darusalam, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Singapura. Sebagian besar kosmetik berbahaya tersebut mengandung merkuri, asam retinoat, dan hidrokuinon. Ditemukan pula kandungan pewarna merah K3 dan K10 yang bersifat karsinogen.https://www.koordinatberita.com/single-post/waspada-bpom-ri-rilis-daftar-43-kosmetik-dari-ln-ilegal-yang-picu-ginjal-rusak-risiko-kanker

Hal yang tidak jauh berbeda sempat diutarakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Pemerintah sampai saat ini masih melakukan pembahasan.


"Kalau tanaman kratom, kemarin, aku dipanggil sama Kantor Staf Presiden, itu masih mau dikoordinasikan lagi, jadi itu kan ada Badan Narkotika Nasional juga ya, jadi bukan hanya kementerian, itu sedang masih dikoordinir," terang dia kepada wartawan di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (4/12/2023).


Sebelumnya diberitakan, Kementerian Perdagangan melihat peluang ekspor kratom mencapai ratusan miliar rupiah. Pada 2020, nilai ekspornya bahkan menyentuh 16,23 juta atau setara Rp 252,07 miliar (Rp 15.531/US$).@_Network

7 tampilan
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page