top of page

Sidang Jualbeli Jabatan, Bupati Probolinggo dan Suami Tidak Keberatan Didakwa Terima Suap


Pada sidang perdana ini, Bupati Probolinggo nonaktif, Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin mendengarkan jaksa membacakan surat dakwaan dalam sidang secara telekonferensi.
Pada sidang perdana ini, Bupati Probolinggo nonaktif, Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin mendengarkan jaksa membacakan surat dakwaan dalam sidang secara telekonferensi.

Koordinatberita.com| SURABAYA- Sidang korupsi terkait jualbeli jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo mulai bergulir di meja hijau Pengadilan Negeri Tpikor Surabaya pada Senin kemarin, 25 Januari 2022.


Pada sidang perdana ini, Bupati Probolinggo nonaktif, Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin mendengarkan jaksa membacakan surat dakwaan dalam sidang secara telekonferensi.


Dalam dakwaan Jaksa Tipikor, Bupati Probolinggo dan Suami Tidak Keberatan atas dakwaan terima suap.


Kasus dugaan korupsi Bupati Probolinggo nonaktif, Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin yang merupakan Pasangan suami istri ini didakwa menerima suap dari para calon pejabat (Pj) kepala desa di wilayah Kecamatan Krejengan dan Paiton. Jaksa penuntut umum KPK Arif Suhermanto dan kawan-kawan menyebut kedua terdakwa menerima uang suap Rp 360 juta dari 18 Pj kepala desa.


” Patut diduga hadiah atau janji berupa uang tersebut diberikan untuk menggerakkan terdakwa I agar menyetujui dan mengangkat Sumarto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho’im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, NUruL Huda, Hasan, Sahir, Sugito dan Samsudin sebagai penjabat kepala desa di wilayah kecamatan Krejengan dan Paiton,” ujar jaksa Arif saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (25/1).


Kasus ini bermula ketika banyak kepala desa yang masa jabatannya sudah berakhir. Namun, terdakwa Puput baru akan menggelar Pilkades serentak pada Februari 2020. Menurut jaksa Arif, untuk mengisi kekosongan jabatan ini, terdakwa Puput mengeluarkan kebijakan untuk menunjuk Pj kepala desa dari kalangan pegawai Pemkab Probolinggo yang diseleksi.


Pj kepala desa ini rencananya akan mengisi kekosongan jabatan selama enam bulan sebelum adanya calon yang terpilih dalam pilkades serentak. Kesempatan ini digunakan kedua terdakwa untuk jual beli jabatan. “Terdakwa I memerintahkan para camat untuk mengusulkan nama-nama Pj,” ujarnya.


Camat Krejengan Doddy Kurniawan dan Camat Paiton Muhammad Ridwan juga ikut mengusulkan. Hasan yang mengatur jual beli jabatan ini. Pria yang sebelumnya dua kali menjabat sebagai bupati Probolinggo ini memerintahkan para camat untuk meminta uang ke para calon Pj. Termasuk Doddy dan Ridwan.


Hasan mematok harga Rp 15-20 juta dan hasil dari pengelolaan tanah kas desa. Uang itu harus diberikan para calon kepada camat. Setelah itu, camat menyerahkan ke Hasan yang kemudian menyerahkan ke Puput. “Sumarto menyetujui dan menyerahkan Rp 20 juta melalui Doddy Kurniawan,” katanya.


Jaksa KPK mendakwa kedua terdakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b (atau Kedua Pasal 11) Jo. Pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Menanggapi dakwaan jaksa tersebut, kedua terdakwa tidak mengajukan nota eksepsi atau keberatan. Pengacara terdakwa, Gunadi Wibakso menyatakan, dakwaan jaksa yang menyebut kedua kliennya menerima suap dari para calon Pj kepala desa tidak benar. Hanya, dia akan membuktikan dalam persidangan.


“Kalau versi terdakwa tentu tidak benar. Tapi, kami tunggu persidangan seperti apa keterangan saksi-saksi,” ujar Gunadi seusai persidangan.@_**







23 tampilan
Single Post: Blog_Single_Post_Widget
Recent Posts
Kami Arsip
bottom of page